BAB
I
DASAR-DASAR
HUKUM EKONOMI
A. Istilah, Pengertian dan Ruang
Lingkup Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi
terjemahan dari Economisch Recht (Belanda) yang berasal dari istilah Doroit
Economique setelah PD II menjadi Droit de I’economie atau Economic Law, (Amerika).
Berbagai pendapat
mengenai pengertian istilah hukum ekonomi dari para sarjana, antara lain:
1.
Prof. Dr. Sunaryati Hartono
Hukum ekonomi Indonesia adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan
putusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi
Indonesia.Tidak perlu diadakan perbedaan apakah kaedah-kaedah itu merupakan
kaedah hukum perdata atau hukum publik.
2.
Sumantoro
Seperangkat norma-norma yang mengatur hubungan kegiatan ekonomi
dan secara subtansi sangat dipengaruhi oleh system yang digunakan oleh negara
yang bersangkutan.
3.
Sri Rejeki Hartono
Adalah
perangkat aturan yang mengatur kegiatan ekonomi pelaku ekonomi.
Jadi, hukum ekonomi adalah
keseluruhan kaedah hukum yang mengatur dan mempengaruhi segala sesuatu yang
berkaitan dengan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasional Negara, baik
kaedah hukum yang bersifat privat maupun publik, tertulis dan tidak tertulis,
yang mengatur kegiatan dan kehidupan perekonomian nasional negara. Hasil
symposium BPHN, tahun 1978 yang melahirkan beberapa pandangan terhadap hukum
ekonomi, antara lain adalah:
a.
Hukum ekonomi hanya meliputi
kaedah-kaedah hukum publik yang merupakan pengarahan pemerintah dalam kehidupan
ekonomi nasional
b.
Hukum ekonomi mencangkup semua kaedah
yang bersifat perdata maupun public yang mengaur kehidupan ekonomi
c.
Dari segi kedudukannya, bahwa hukum
ekonomi sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri
d.
Hukum ekonomi sebagai istilah
pengelompokan belaka
Berdasarkan survey Econik Law Unpad tahun 1972 hukum
ekonomi mencangkup 6 bidang saja, yakni: 1) Hukum Kontrak, 2) Hukum Perusahaan,
3) Hukum Perburuhan, 4) Hukum Agrarian, 5) Hukum Pajak, Dan 6) Hukum
Pertambangan.
Sementara itu beberapa
sarja juga memberikan pandangan yang berbeda tentang lingkup hukum ekonomi:
1.
Rahmat Sumitro
Menurutnya
ruang lingkup hukum ekonomi berdasarkan fungsi-fungsi kegiatan ekonomi, yaitu:
a) Hukum Ekonomi Produksi, b) Kukum Ekonomi Konsumsi, c) Hukum Ekonomi
Distribusi, d) Hukum Ekonomi Keuangan.
2.
Daoeda Yusoep
Hukum ekonomi
sebagai peraturan yang bertitik tolak dari kekuasaan Negara terhadap kebebasan
pihak swasta dan masyarakat umumnya. Hal ini dapat dilihat dari hubungan: a)
Negara dengan perusahaan, b) Negara dengan masyarakat, c) Negara dengan dunia
luar.
Secara umum
hukum ekonomi dibagai menjadi dua, yakni : hukum ekonomi dalam arti sempit dan
hukum ekonomi dalam luas. Hukum ekonomi dalam arti sempit meliputi hukum
ekonomi administrasi Negara yang berkaitan dengan masalah ekonomi, sedangkan
hukum ekonomi dalam arti luas mencangkup berbagai macam kaedah hukum baik hukum
publik maupun hukum privat, hukum nasional maupun internasional.
Menurut Prof. Sunaryati Hartono, SH,
hukum ekonomi dibedakan menjadi 2, yakni:
1. Hukum
Ekonomi Pembangunan
Adalah yang mencangkup pengaturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara
nasional dan berencana.
Bidang-bidang Hukum ekonomi pembangunan mencangkup aspek-aspek:
tanah, bentuk-bentuk usaha, PMA, kredit dan bantuan LN, pengkreditan bank,
paten, marek dan transfer of know how, asuransi, ekspor-impor, pertambangan,
perumahan, pengankutan, perburuhan dan perjanjian internasional.
2.
Hukum Ekonomi Sosial
Adalah yang menyangkut peraturan dan pemikiran hukum seluruh
peraturan yang mengatur cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara
adil dan merata sesuai dengan harkat dan martabat kemanusia (HAM) Indoenesia
(Distribusi yang adil dan merata).
Bidang hukum ekonomi sosial meliputi: obat-obatan, kesahatan dan
keluaraga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi, pertanian,
bentuk-bentuk usaha rakyat, bantuan dan pendidikan bagi usaha kecil,
perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin, orang tua pensiun.
Menurut Internasional Standard of Industrial Classification
(ISIC), membagi hukum ekonomi atas 10 bidang, yaitu: hukum ekonomi pertanian,
hukum ekonomi pembangunan, hukum ekonomi industri, hukum ekonomi perdagangan,
hukum ekonomi ulility, hukum ekonomi angkutan, hukum ekonomi jasa-jasa, hukum
ekonomi pemerintah dan hukum ekonomi lainnya.
B.
Pendekatan
Hukum Ekonomi
Mengingat
sifat dari hukum ekonomi adalah lintas dari sektoral dan nasional, maka
pendekatannya adalah interdisiplin dan transnasional.Menggunakan interdisiplin
karena menurut Prof Sunaryati Hartono, hukum ekonomi tidak hanya menyangkut
kaedah hukum perdata tetapi juga hukum Administrasi Negara, hukum antar wewenang
hukum pidana termasuk hukum privat dan hukum publik internasional. Selain itu,
juga diperlukan disiplin bidang non hukum, antara lain: filsafat, sosiologi,
planologi, dan futurologi.
Hukum
ekonomi bersifat transnasional, sebab tidak hanya ditinjau dan dibentuk secara
intern nasional seperti hukum dagang, melainkan memerlukan pendekatan
transnasional, yang memandang kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di dalam negeri dalam konteks dengan peristiwa dan perkembangan yang
terjadi di dunia internasional.
Menurut Schrans
hukum ekonomi dapat dilakukan dengan 2 cara pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif
dan pendekatan kualitatif:
1.
Pendekatan kuantitatif, yakni hukum
ekonomi dan keuangan meliputi sebuah kaedah hukum publik dan perdata, yang
secara khusus bertujuan untuk mengatur segala kegiatan perekonomian nasional.
2.
Pendekatan kualitatif dimana hukum
ekonomi dapat bersifat menentukan dan mengarahkan kaedah-kaedah hukum ekonomi
menuju kepada realisasi suatu tujuan ekonomi yang telah ditetukan sebelumnya.
Ciri-ciri
pendekatan kualitatif menurut Schrans antara lain:
a.
Dalam hukum ekonomi batas-batas antara
hukum public dengan hukum privat menjadi kabur
b.
Hukum ekonomi bersifat lebih
kolektivitis dari pada hukum dagang
c.
Hukum ekonomi merupakan suatu bidang
yang mengubah tata hukum maupun tata ekonomi
d.
Hukum ekonomi menimbulkan kebutuhan akan
usaha-usaha perlindungan hukum yang baru
e. Hukum
ekonomi mengubah nilai-nilai sosial, ekonomi dan keadilan yang dahulu berlaku
baik dalam masyarakat ekonomi maupun bidang hukum.
Menurut
J. Limpens, pendekatan kualitatif tidak saja menyangkut kaedah-kaedah hukum
yang langsung berkaitan dengan kehidupan ekonomi tetapi juag kaedah-kaedah yang
secara tidak langsung menyangkut kehidupan perekonomian, seperti hukum pidana,
keluarga dan waris. Dengan metoden ini ada 3 hal yang hendak dicapai, yakni:
1. Bagaimana
tujuan ekonomi dapat dicapai secara optimal dengan kaedah hukum;
2.
Bagaimana kaeadah hukum dapat membuat
persyaratan/norma yang tidak bertentangan dengan tujuan ekonomi
3. Bagaimana
syarat dan norma ekonomi dapat dipenuhi secara bersama-sama.
Sementara
pendekatan kuantitatif menurut J. Limpens adalah1) hukum ekonomi sebagai kaeda
hukum pemaksa dan membatasi kebebasan ekonomi;
2) hukum ekonomi dilihat sebagai perluasan hukum dagang, misalnya
perusahaan, penanaman modal, perdagangan dan sebagainya, 3) hukum ekonomi
dilihat sebagai peraturan yang menyangkut perusahaan, yang meliputi peraturan
perdata dan publik, misalnya perusahaan asuransi.
C.
Sumber
Hukum Dan Asas Hukum Ekonomi
Secara
filosofi, kaedah hukum yang berlaku atau bakal berlaku adalah relavan dengan
jiwa dan semangat pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan UUD
1945. Kecuali itu, ajaran yang dinilai
relavan adalah a tool social engeering (Roscoe
Pound) hukum memiliki fungsi untuk membawa dan merubah masyarakat ke suatu
bentuk yang diinginkan, serta konsep welvaart
staat (Negara kesejahteraan) yang dicita-citakan.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945,
kaedah-kaedah hukum yang digunakan sebagai dasar pembentukan
peraturan-peraturan dan bidang hukum ekonomi nasional, antara lain adalah:
1. Pasal
23 UUD 1945, mengenai keuangan
2.
Pasal 27 ayat (2) tentang hak warga
negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
3. Pasal
31 ayat (1) tentang hak warga Negara mendapatkan pengajaran
4. Pasal
33 tentang demokrasi ekonomi
5. Pasal
34 mengenai fakir miskin dan anak terlantar.
Kaedah-kaedah
dalam UUD 1945 ini harus dilaksanakan atau dijabarkan melalui peraturan
perundang-undangan dan hukum ekonomi nasional.
Kedudukan
hukum ekonomi dalam tata hukum nasional, hukum ekonomi adalah bagian dari hukum
Pembangunan development dan atau hukum sektoral.Sebagai hukum pembangunan
artinya hukum ekonomi mencangkup seluruh kaedah yang harus menunjang
pembangunan.Sementara sebagai kegiatan sektoral pembangunan seperti dijabarkan
dalam GBHN dan Repelita.
Asas hukum
menjadi urgen untuk mempelajari suatu kaedah hukum, karena kaedah hukum itu
lahir dilatarbelakangi oleh dasar-dasar filosofi tertentu.Itulah yang dinamakan
asas hukum dengan demikian asas hukum ini merupakan dasar bagi terbentuknya
suatu kaedah hukum, sebaliknya kaedah hukum itu harus dapat dikembalikan kepada
asas hukum.
Penerapan kaedah
hukum ekonomi harus mengindahkan asas-asas yang berlaku yaitu: 1) Manfaat; 2)
keadilan dan pemerataan; 3) keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam
kehidupan; 4) kemandirian berwawasan kebangsaan; 5) usaha bersama dan
kekeluargaan; 6) demokrasi ekonomi; 7) membangun tanpa merusak lingkungan; 8)
memajukan kesejahteraa umum; 9) perlindungan pakir miskin dan anak terlantar.
D.
Deregulasi
dan Sifat Kaedah Hukum Ekonomi
Deregulasi
diartiakn sebagai kegiatan atau proses penghapusan dan peraturan. Deregulasi
bertujuan untuk menghapus hambatan-hambatan yang menggangu kegiatan ekonomi dan
mengurangi campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi agar pelaku usaha
dapat dengan bebas mengembangkan usaha yang dikelolanya. Dengan demikian
deregulasi adalah pengaturan kembali kebijakan pemerintah dengan cara
menyederhanakan prosedur dan perizinan yag menyangkut bidang pembangunan
tertentu.
Menurut
Amirizal, pengertian deregulasi mencangkup dua aspek :
1.
Aspek debirokratisasi, adalah upaya
penyederahanaan prosedur dan perizinan, agar dapat memberikan kemudahan bagi
dunia usaha yang melakukan investasi atau memutas roda kegiatan ekonomi
nasional
2.
Mencangkup berbagai pertimbangan
kedalam, antara lain menyangkut penyederhanaan dan mengurangi jenis perizinan
dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
Selanjutnya,
dalam konteks kegiatan dunia usaha, apa urgensinya dilakukannya deregulasi,
menurut Savas ada empat alasan untuk melakukan deregulasi tersebut, yakni:
1.
Alasan Pragmatis adalah untuk mendorong
sektor negara yang lebih baik.
2.
Alasan ideologi adalah mengurangi
peranan sektor negara yang berlebihan dalam kehidupan masyarakat.
3.
Alasan komersial, tujuannya alah agar
lebih banyak kegiatan ekonomi di serahkan kepada pihak swasta, selama ini
pemerintah melalui BUMD melakukan dominasi terhadap sektor-sektor usaha
tertentu, sehingga terkesan monopoli.
4.
Alasan populis, masyarakat diberi
kebebasan yang lebih besar untuk mengurus dirinya, mengidentifikasikan kebutuhannya dan memenuhi sendiri
kebutuhannya.
Secara garis besar ada dua sifat dari
kaedah hukum ekonomi, yakni kaedah yang bersifat administrasif dan
substantive/materil.Kaedah bersifat administrative adalah ketentuan hukum
administrasi negara yang menyangkut aspek procedural dari aktivitas transaksi
ekonomi.Sedangkan kaedah bersifat substantive/materil adalah ketentuan hukum
yang dibuat oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif, mengenai aspek materil
dan aktivitas dan transaksi ekonomi.Ketentuan ini yang bersifat memaksa dan
mengatur.
E.
Peranan
Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi
Peran pemerintah
sebagai provider, menurut Freidam adalah fungsi pemerintah sebagai penyedia
merupakan perwujudan dari tugas pokok negara dalam social welfare state, seperti: pemberian tunjangan sosial, bantuan
pemelian sembako, bantuan kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
Peranan
pemerintah sebagai pengusaha, tidak dilakukan secara langsung tetapi membentuk
BUMN, BUMD, selain melaksanakan fungsinya sebagai Agen of Development.Tugas pemerintah sebagai Agen of Development adalah menciptakan iklim untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi negara umunya, memajukan sektor ekonomi.
Secara teori ada
tiga aliran tentang keterlibatan negara dalam ekonomi yakni keretlibatan
minimalis, keterlibatan maksimalis dan keterlibatan terukur. Keterlibatan
minimalis, menurut aliran ini kegiatan ekonomi dalam persaingan bebas akan
lebih bermanfaat bagi masyarakat daripada diatur oleh Negara.
Negara Indonesia adalah Negara yang
menganut demokrasi Pancasila, yang dalam penerapan dijabarkan sebagai berikut:
1.Sila pertama: roda
idiologi pancasila dalam ekonomi dan bisnis perekonomian digerakan oleh
stimulant ekonomi, sosial dan moral.
2.Sila kedua: ada
kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan kemertaan sosial sesuai
dengan asas-asas kemanusiaan.
3.Sila ketiga: proritas
kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh.
4.Sila keempat:
koperasi merupakan soko guru perekonomian dan merupakan bentuk konkrit dari
uasaha bersama
5.Sila
kelima: ada imbangan yang jelas dan tegas perencanaan nasional
dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi di daerah-daerah
untuk mencapai keadilan ekonomi dan sosial.
Menurut
Prof. Mubayartono, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, hanya dapat
dicapai dengan pertumbuhan ekonomi sekaligus dengan penerapan asas keadilan.
Ini berarti bahwa asas keadilan harus menjiwai setiap kebijakan dan
program-program ekonomi, oleh karenanya ada 8 jelur pemerataan yang hendak
dicapai, yakni:
1. Pemerataan
pemenuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan
2.
Pemerataan kesempatan memproleh
pendidikan dan pelayanan kesehatan
3.
Pemerataan pembagian pendapatan
4.
Pemerataan kesempatan kerja
5.
Pemerataan kesempatan berusaha
6.
Pemerataan kesempatan berpatisipasi
dalam pembangunan diseluruh tanah air
7.
Pemerataan kesempatan memperoleh
keadilan
8. Pemerataan
penyebaran pembangunan diseluruh tanah air.
BAB II
HUKUM PERBANKAN
a.
Pengertian
dan Kegiatan Bank
Badan usaha yang
mempunyai kekayaan dalam bentuk asset keuangan, digunakan untuk mejalankan
usaha produktif, kebutuhan konsumsif,maupun jasa keuangan bukan pembiayaan.
Lembaga keuangan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan dengan
menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat melalui pinjaman.
Hukum
perbankan adalah serangkaian ketentuan yang mengatur tentang segala sesuatu
yang terkait dengan bank.Di dalamnya diatur dua hal pokok, yakni “kelembagaan’’
dan ‘’kegiatan’’ usaha bank.
Dalam
ketentuan UU Perbankan, telah diatur usaha apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh suatu bank, selain itu juga ada perbedaan usaha antara bank umum
dan pengkreditan rakyat. Bank umum dapat mengkhusyuskan untuk melaksanakan
kegiatan usaha tertentu dan memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan
bidang usaha yang ingin dikembangkan.Dengan demikian, usaha yang dijalankan
oleh bank umum adalah lebih luas dibandingkan dengan KPR.
b.
Rahasia
dan Kesehatan Bank
Bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya,
sebagamana yang diatur dalam pasal 40 UU No.10/1998.Yang dimaksut dengan
rahasia bank menurut pasal 1 angka 28 UU Perbankan, adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah.
Selanjutnya
agar perusahaan bank dapat dinilai sehat atau tidak sehat, maka perusahaan
tersebut harus mengindahkan rambu-rambu yang secara normatife dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, namun sejak tahun 2013 pengawasan terhadap bank dan lembaga
pembiyaan non bank diganti oleh Otoritas Jasa Keuangan.
c.
Restrukturisasi
Bank
Tujuan
dari restrukturisasi bank adalah 1) memperkuat daya saing & posisi bank; 2)
memperkuat market share/pelangganan; 3) memperkuat struktur modal; 4) efisiensi;
5) akses teknologi yang lebih baik; dan 6) memperkuat keahlian ADM.
Bentuknya
ada 3 macam, yakni: a) Merger; b) Konsolidasi dan c) Akuisis.
Merger
adalah penggabungan dua bank atau lebih dengan tetap mepertahankan eksistensi
salah satu bank dan membubarkan bank lain.
Konsolidasi adalah penggabungan
dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank
lama. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan
terjadinya peralihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan terjadinya
peralihan kepemilikan atau pengendalian bank dan atau terajadinya peralihan
kepemilikan atau pengendalian bank dan atau terjadi transaksi anatara dua pihak
atau lebih, sehingga terjadi peralihan sebagian atau seluruh aset dan dapat
terjadi melalui akuisisi asset, saham, merger atau konsolidasi.
BAB
III
HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN
A.
Penegertian
dan Pengaturan
Menurut
pasal 1 Nomor: 8/1999, tentang perlindungan konsumen, yang dimaksut dengan
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Konsumen adalah orang pemakai
barang/jasa yang tesedia didalam masyarakat baik untuk kepentingan sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan.
Sedangkan pelaku usaha adalah setiap orang atau badan hukum yang berkedudukan
di wilayah RI, baik sendiri maupun bersama-sama melakukan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
Dari
sisi yuridis perlindungan hukum terhadap konsumen, telah diatur secara rinci
mulai dari UU sampai peraturan pelaksanaannya. Peraturan UU yang dimaksut adalah 1) UU No 8/1999, Tentang Perlindungan
konsumen; 2) Peraturan Pemerintah No 57/2001, Tentang Badan Perlindungan
Konsumen Nasional; 3) Peraturan Pemerintah No 58/2001, Tentang Pembinaan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen; 4) Peraturan Pemerintah No
59/2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
B.
Asas
dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Menurut pasal 2 UU
Perlindungan Konsumen, asas hukum perlindungan konsumen ada 5 yakni : 1) asas
manfaat, 2) keadilan, 3) keseimbangan, 4) keamanan dan keselamatan konsumen, 5)
kepastian hukum.
Tujuan
dari perlindungan konsumen, menurut pasa 3 UUPK, bahwa perlindungan konsumen
bertujuan: 1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri, 2) meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa, 3)
meningkatkan pemedayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen, 4) menciptakan system perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi, 5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh
sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha, dan 6) meningkatkan
kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
C.
Hak
dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha
1. Hak
dan Kewajiban Konsumen
Dalam
UUPK hak dan kewajiban konsumen telah diatur secara limitative dalam pasal 4
berbunyi sebagai berikut: 1) Hak atas kenyamanan, keamana dan keselamatan
mengkonsumsi barang dan atau jasa, 2) Hak untuk memilih barang dan atau jasa
serta medapatkannya sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjijkan, 3) ha katas informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa, 4) Hak untuk didengar pendapat dan
keluhan atas barang dan atau jasa yang digunakan, 5) hak untuk mendapatkan
advokasi perlindungan konsumen secara patut, 6) hak untuk mendapatkan pembinaan
dan pendidikan konsumen, 7) hak untuk diperlakukan, dilayani secara benar serta
tidak diskriminatif, 8) hak untuk mendapatkan konpensasi ganti rugi dan atau
penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, 9) hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
konsumen, UUPK juga mengatur kewajiban konsumen sebagaimana tercantum dalam
pasal 5 UUPK, kewajiban tersebut adalah: 1) membaca dan mengikuti petunjuk
informasi dan produser pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, 2)
beritikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa, 3)
membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dan 4) mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
2. Hak
dan Kewajiban Pelaku Usaha
Menurut Pasal 6 UUPK, adalah 1) menerima pembayaran sesuai
dengan kesepakatan barang dan/atau jasa yang diperdagangan, 2) mendapat
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikat baik, 3) hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen, 4) hak untuk rehabilitas nama baik, apabila secara hukum kerugian
konsumen tak terbukti, 5) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal
7 UUPK adalah: 1) beritikat baik dalam melakukan usaha, 2) memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur megenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa menjelaskan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, 3) memerlukan atau melayani konsumen
secara benar, jujur dan tidak diskriminatif, 4) menjamin mutu barang daan/atau
jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku; 5) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu yang diperdagangkan, 6) memberi
konpensasi ganti rugi dan/atau penggantian, atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, 7) memberi
konpensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
D. Lembaga Penyelesaian Sengketa
Konsumen
1.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK)
Merupakan suatu badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, demikian batas yang
diberikan oleh Pasal 1 poin 1 Kepmen Perindag No 350/MPP/Kep/2001, Tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.Tujuan pembentukannya adalah untuk
menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan.Sedangkan dasar pembentukan
badan ini adalah pasal 49 UUPK dan Keppres No 90/2001 tentang pembentukan BPSK.
Sesuai dengan tugasnya bahwa dalam penyelesaian sengketa
konsumen BPSK dapat melakukan pendekatan mediasi, konsiliasi, dan abritrase.
Adapun tujuan penyelesain sengketa konsumen melalui instrument konsiliasi,
mediasi dan arbitrasi adalah agar para pihak mencapai kesepakatan mengenai: 1)
bentuk dan besarnya ganti rugi, 2) tindakan tertentu, agar tidak terjadi
kembali kerugian konsumen dan 3) Jaminan pernyataan tertulis bahwa perbuatan
tersebut tidak akan terulang kembali dikemudian hari.
Dilihat dari aspek alokasi waktu penyelesaian sengketa
konsumen, dimana proses penyelesaiannya
sesuai dengan tindakannya mulai dar pemberian ganti rugi sampai dengan upaya
penyelesaian tingkat banding dimakah agung, telah ditentukan jangka waktunya.
Hal ini dimaksud agar semua pihak yang bersengketa mendapat kepastian berapa
lama penyelesaian sengketa ini diproses sampai diprolehnya suatu keputusan yang
difinitif.
2.Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN)
Fungsibadan
ini, menurut pasal 33 UUPK adalah memberikan saran-saran dan pertimbangan
kepada Pemerintah dalam upaya pengembangan perlindungan konsumen di
Indonesia.Sedangkan tugasnya berdasarkan pasal 34 ayat 1 UUPK diantarannya
ialah memberikan sarana dan rekomendasi kepada pemerintah.
Dari
tugas yang diemban oleh BPKN, instrument yang dipakai sebagai upaya
perlindungan bagi konsumen adalah meakukan riset dan pengkajian terhadap produk
barang dan jasa dan mempublikasikannya serta menerima pengaduan dari warga
masyarakat.Dengan upaya ini diharapkan masyarakat, diharapkan warga masyarakat
dapat mengetahui produk barang dan jasa legal dan illegal, asli tapi palsu,
layak edar dan tidak, aman dikonsumsi atau tidak dan sebagainya.
3. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM)
LKPSM
adalah lembaga non pemerintah yang
terdaftar dan diakui oleh pemerintah, yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen, demikian ketentuan dari pasal 1 poin 3 peraturan
pemerintah No 59/2001, tentang perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Dasar
dari pembentukan lembaga ini adalah sebagaimana di atur dalam pasal 44 UU No
8/1999, Perlindungan konsumen, dan peraturan pemerintah No. 59/2001.
Agar
keberadaan LPKSM legal, maka harus mendaftar di Dinas Perdagangan dan Industri
Kab/Kota, dengan demikian lembaga ini memiliki tanda daftar lembaga
perlindungan konsumen yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia, demikian
jaminan yang ditentukan dalam pasa 3 ayat 3 dan pasal 4 ayat 2 Kepmen-Perindag
No 302/MPP/Kep/10/2001, tentang pendaftaran PKSM. Namun demikian, pemerintah
dapa membatalkan keberadaan LPKSM apabila tidak menjalankan kegiatan perlndungan
kosumen atau terbukti melakukan pelanggaran UU No 8/1999 dan peraturan
pelaksanaanya, pasal 10 peraturan pemerintah No 59/2001 tentang LPKSM.
BAB IV
HUKUM PERSAINGAN USAHA
A.
Pengertian
Menurut
pasal 1 UU No 5 tahun1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat yang dimaksut dengan praktek monopoli adalah pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan/atau peasaran atau barang dan/atau jasa tertentu
sehingga merugikan kepentingan umum.
Sedangkan
yang dimaksut dengan persaingan usaha berdasarkan rumusan undang-undang ini
adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan
atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur melawan hukum
atau menghambat persaingan usaha.
B.
Hal
–hal Pokok dalam Undang-undang No. 5/1999
Secara
garis besar ada 3 hal yang merupakan substansi dari praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, yakni perjanjian dilarang, perjanjian tidak
dilarang dan posisi dominan. Berikut dikemukakan ketiga aspek tersebut satu
persatu :
Perjanjian yang dilarang
Menurut pasal 4 sampai pasal 16 UU No 5/1999,
bahwa perjanjian-perjanjian yang dapat mengakibatkan terajadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat adalah :
1.
Perjanjian oligopoli yaitu perjanjian
yang dibuat oleh pelaku usaha dengan tujuan untuk menguasai suatu produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa.
2.
Penjanjian penetapan harga
3.
Perjanjian pembagian wilayah adalah
perjanjian yang menetapkan wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang
dan atau jasa.
4.
Perjanjian pemboikotan adalah suatu
perjanjian yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain melakukan usaha
yang sama, baik suatu produk untuk tujuan dalam maupun luar negeri atau sikap
penolakan untuk menjual setiap barang atau jasa kepada pihak lain.
5.
Perjanjian kartel adalah perjsnjisn ysng
mengstur produksi dsn atau pemasaran suatu barang dan atau jasa untuk
mempengaruhi harga
6.
Perjanjian Trust adalah perjanjian dalam
rangka pembentukan gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan
menjaga atau mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau
perseroan, yang bertujuan untuk mengontrol produksi atau pemasaran atas barang
dan atau jasa.
7.
Perjanjian oligopsoni yaitu perjanjian
penguasaan pembelian atau pemberian pasokan agar dapat mengendalikan harga
barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan
8.
Perjanjian intergrasi vertical adalah
perjanjian produksi sejumlah produk yang termasuk ke dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam suatu rangkaian langsung maupun
tidak langsung.
Kegiatanyang
Dilarang
kegiatan-kegiatan yang
menurut undang-undang ini yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
persaingan tidak sehat, yaitu:
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan
pasar
d. Persekongkolan
Posisi dominan
Menurut
pasal 1 angka 4 UU No 5/1999, bahwa posisi dominan adalah suatu keadaan dimana
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam
kaitannya dengan pemangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi diantara yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi
diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitannya dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Kategori
posisi dominan, menurut pasal 25 UU No 5/1999 adalah 1) menetapkan
syarat-syarat perdagangan baik dari segi harga maupun kualitas, 2) membatasi
pasar dan penembangan teknologi.
Hal-hal
yang dikecualikan dalam praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
dalam konteks perjanjian adalah:
1.
Perjanjian Tentang HAKI
2.
Perjanjian Standar Teknis Produksi
3.
Perjanjian Keagenan
4.
Perjanjian Internasional Yang
Diratifikasi
5.
Perjanjian Melaksanakan Peraturan
Perundang-Undangan
6. Perbuatan
Dan/Atau Perjanjian Yang Bertujuan Eksport
Dari aspek perbuatan adalah perbuatan
yang tergolong kegiatan perusahan dari kegiatan usaha koperasi.
C. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Berdasarkan
UU No 5/1999, telah dibentuk suatu
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, sebagaimana pengawasan pelaku usaha
KPPU diberi tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 dan pasal
36.
a. Tugas KPPU, menurut pasal 33 UU No
5/1999 adalah:
1. Sebagaimana
yang diatur dalam pasal 4 s/d pasal 16
2. Sebagaimana
yang diatur dalam pasal 17 s/d pasal 24
3. Sebagaimana
yang diatur dalam pasal 25 s/d pasal 28
4. Sebagaimana
yang diatur dalam pasal 36
5. Memberikan
saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
6. Menysun
pedoman dan atau publikasi berkaitan dengan UU larangan praktek monopoli dan
atau pesaingan usaha tidak sehat; dan
7. Memberikan
laporan berkala atas kerja hasil komisi kepada presiden dan DPR
b. Wewenang KPPU, menurut pasal 36
adalah:
1.
Menerima laporan masyarakat dan atau pelaku
usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat
2.
Melakukan penelitian tentang adanya
kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli
3.
Melakukan penyidikan tehadap kasus
dugaan praktek monopoli yang dilaporkan oleh masyarakat yang ditentukan oleh
komisi sebagai hasil penelitiannya
4.
Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau
pemeriksaan tentang ada tindakan praktek monopoli
5.
Memanggil pelaku usaha yang di duga
telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU.
BAB V
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKUAL (HAKI)
A. Pendahuluan
Hak
kekayaan intelektual adalah padanan kata untuk intellectual property rights
(IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil oleh piker otak yang menghasilkan suatu
produk atau proses yang berguna untuk manusia. Jadi, HAKI adalah hak untuk
menikmati secara ekonomi hasil suatu kreatifitas intelektual.
HKI
merupakan hak yang bersifat privat yang merupakan ciri khas HKI atas dasar itu
seseorang bebas mengajukan permohonan untuk mendaftarkan sebagai karya
intelektual atau tidak.
Dari
pengertian diatas, HKI adalah bagian dari ha katas benda tak berwujud. Secara garis
besar para ahli membagi HKI menjadi 2 bagian takni hak cipta (copyright) dan
kekayaan industry (industrial property right)
Pembagian
dua macam hak tersebut, dapat terjadi karena secara historis pengaturan hak-hak
tersebut dalam konvensi adalah berbeda.Hak cipta diatur dalam Konvensi Berne,
dan hak atas kekayaan insudtry diatur dalam Konvensi Paris.
Menurut
GATT/WTO, ruang lingkup HAKI yang memerlukan perlindungan hukum secara
internasional adalah hak cipta dan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta,
merek, indikasi geografis, rancangan industry, paten, desain layout dari
lingkaran elektronik terpadu, rahasia dagang dan penegndalian praktek-praktek
persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.
Pembagian
HKI tersebut menunjukan bahwa ruang lingkup semakin luas, karena mengikuti
perlembangan dan kreatifitas manusia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat bahwa
awalnya HKI hanya mencangkup 3 macam hak, yakni hak cipta, paten dan merek,
sekarang 8 macam sebagaimana disebut diatas.
B. HAK CIPTA
1.Pengertian
Pasal
1 ayat 1 UU No 19/2002 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk mengumumkan atau memperbanyak dengan tidakn mengurangi
batas-batas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak
eksklusif adalah hak yang hanya dimiliki oleh si pencipta atau pemegang hak
cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil gagasan atau informasi
tertentu.
Siapa
yang dimaksud dengan pencipta, dalam rumusan UU hak cipta bahwa pencipta adalah
seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan piker, imajinasi, kecekatan,
keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
2.Sifat dan Hak Cipta yang di
Lindungi
Hak
cipta dianggap sebagai benda bergerak, karena itu hak ini mempunyai sifat dapat
beralih atau dialihkan, baik sebagian maupun seluruhnya, melalui pewarisan,
hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab-sebab lain yang dibenarkan
peraturan yang berlaku.
3.Dasar Perlindungan Hak Cipta
Sejak
tahun 1982 Indonesia telah mengganti peraturan peninggalan Hindia Belanda
tentang hak cipta, yakni Auteurswet 1912, Staatsbland No.600 tahun 1912, dengan
UU No 6/1982, tentang Hak Cipta, mengingat pesatnya perkembangan hak cipta,
karena berhubungan dengan kepentingan dunia internasional maka, UU telah
mengalami beberapa kali perubahan, pertama diubah dengan UU No 7 tahun 1987,
lalu diubah lagi dengan UU No 12 tahun 1997 dan saat ini diubah dengan UU No 19
tahun 2000.
4.Pendaftaran Ciptaan
Pendaftaran
hak cipta ditunjukan kepada Direktorat Jendral yang menyelenggarakan
pendaftaran ciptaan dan mencatat dalam daftar umum ciptaan.Daftar umum ini
mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari
ciptaan yang didaftar. Secara substansi daftar umum tersebut memuat:
1.
Nama pencipta dan pemegang hak cipta
2.
Tanggal penerimaan surat permohonan
3.
Tanggal lengkapnya persyaratan; dan
4. Nomor pendaftaran
ciptaan
Pendaftaran
ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya permohonan oleh Dirjen
5. Penyelesaian Sengketa
Apabila
terjadi pelanggaran hak cipta, maka pemegang hak cipta dapat mengajukan gugatan
ganti rugi kepada pengadilan niaga dan memohon penyitaan terhadap hasil
citaannya. Dalam konteks ini, upaya yang dapat dilakukan adalah:
a.
Permohonan penetapan sementara ke pengadilan
niaga.
b.
Mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak dan
meminta penyitaan atas banda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya.
c.
Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak
Polri dan atau PPNS
C. PATEN
a.Pengertian dan Jangka Waktu
Berlakunya
1.
Paten
Paten
adalah hak eksekutif yang diberikan oleh Negara kepada investor atas
melaksanakan hasil investasinya dibeidang teknologi, untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri investasinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
2.
Investor
Seseorang
yang secara sendiri atau beberapa orang yang bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
3. Invensi
Adalah
ide investor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik dibidang geknologi dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses.
Setiap
investasi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan
praktis disebabkan bentuk, konfigurasi, konstruksi atau komponennya dapat
memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk paten sederhana.Jangka waktunya
adalah 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaannya.
Sedangkan
paten diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan
dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjangkan.
b. Hak dan Kewajiban Pemegang Paten
Hak
eksekutif pemegang paten adalah melaksanakan paten yang dimilikinya dan
melarang pihak lain tanpa persetujuan untuk:
1.
Membuat, menggunakan, menjual, mengimpur, menyewakan, menyerahkan atau
menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi
paten.
2.
Menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan
lainnya.
c. Kriteria Pemberian Paten
Ada 3 aspek yang
dinilai dalam pemeriksaan paten, adalah sebagai berikut :
1.
Kebaruan pemberian paten harus terhadap
penemuan yang baru.
2.
Mengandung langkah inventif.
3.
Dapat diterapkan dalam industry.
d. Permohonan Paten
Untuk
mendapatkan pengakuan atas penemuannya, invensi atau kuasanya harus mengajukan
permohonan paten langsung ke DJHKI atau melalui Kanwil Depkum Ham di Seluruh
Indonesia, dengan tahapan sebagai berikut:
1.
Pengajuan permohonan
2.
Pemeriksaan administrative
3.
Pengumumuman permohonan paten
4.
Pemeriksaan substansi
5. Pemerian
atau penolakan
D. MEREK
1.
Pengertian
Menurut pasal 1
UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang dimaksud dengan merek adalah tanda
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau
kombinasi dari unsur-unsur tesebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah
hak eksekutif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar
dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu, dengan menggunakan sendiri
merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
2.
Fungsi
Merek dan Pendaftaran
Merek
berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan suatu produk yang dihasilkan
baik secara perorangan maupun bersama-sama atau badan hukum, dengan produk
orang lain atau badan hukum lainnya, selain itu, adalah sebagai saran promosi
karena produk yang bermutu dan telah dikenal luas mereknya.
Merek
adala sebagai daya pembeda, maka suatu merek harus daya pembeda, maka suatu
marek harus unik.Semakin unik suatu merek semakin baik, karena lebih mudah
diingatkan oleh khalak umum. Mempunyai tampilan yang beda agar mudah melekat
dalam ingatan setiap orang yang melihatnya.
3.
Jangka
Waktu dan Pengalian Merek
Perlindungan
hukum bagi pemegang merek yang telah terdaftar adalah selama 10 tahun,
terhitung sejak tanggal penerimaan dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
yang sama.
Permohonan
perpanjangan dapat dilakukan setahun sebelum berakhir masa berlakunya merek,
yang di ajukan secara tertulis kepada Ditjen HKI.Pendaftaran tersebut
dimaksudkan adalah untuk memastikan bahwa suatu merek tetap ada pemiliknya.
Merek dapat
dialihkan kepada pihak lain melalui beberapa cara, antara lain adalah 1)
pewarisan, 2) wasiat, 3) perjanjian, 4) jual-beli atau sebab lainnya yang
dibenarkan oleh undang-undang.
4.
Pendaftaran
dan Biaya Pengurusan Merek
Agar
memperoleh perlindungan hukum ha katas merek, harus di ajukan permohonan ke
Dirjen HKI.Untuk menentukan diterima dan atau ditolak permohonan tesebut, pihak
Ditjen HKI harus melakukan pemeriksaan substantive terlebih dahulu, paling lama
30 hari sejak tanggal penerimaan.Apabila permohonan disetujui oleh Ditjen, maka
permohonan tersebut diumumkan paling lama 10 hari sejak persetujuan.Lamanya
pengunguman adalah 3 bulan diberita resmi merek yang diterbitkan secara berkala
oleh Ditjen HKI.Bagi pihak-pihak yang keberatan dapat mengajukan secara
tertulis kepada Ditjen HKI.
E.
DESAIN
INDUSTRI
a.
Pengertian
Berdasarkan
Pasal 1 poin 1 UU No 3 tahun 2000 tentang Desain Industri, adalah suatu kreasi
tentang bentuk, konfiguras atau komposisi garis atau warna atau gabungan dari
padanya yang berbentuk tig dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industry atau kerajinan tangan.
Desain
industry juga merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
pendesain atau hasil kreasinya selama jangka waktu tertentu untuk menggunakan
hak tersebut, atau memberikan persetujuan kepada orang untuk menggunakan hak
itu.
b. Obyek dan Subyek Desain Industri
Desain
industry yang mendapat perlindungan, menurut ketentuan Pasal 2 UU No 31/2000 adalah:
1.
Desain industry baru
2.
Desain industry dianggap baru apabila
pada tanggal penerimaan, tidak sama dengan pengungkapan desain industry yang
tela ada sebelumnya.
3. Pengungkapan
sebelumnya adalah pengungkapan desain industry sebelum tanggal penerimaan
permohonan hak, tanggal prioritas abaila permohonan diajukan dengan hak
prioritas dan telah diumumkan atau di gunakan di Indonesia atau di luar
Indonesia.
Jangka waktu perlindungan desain
industry diberikan selam 10 tahu sejak tanggal penerimaan.Sedangkan tanggal
mulai berlakunya perlindungan desain industry adalah sejak dicatat dalam daftar
umum desain industry dan diumumkan dalam berita resmi desain industry,
sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 ayat 1 dan ayat 2.
c. Permohonan Pendaftaran
Hak
atas desain industry diberikan atas dasar permohonan yang diajukan secara
tertulis kepada Ditjen HKI, dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur
dalam pasal 11.
d. Penyelesaian Sengketa dan Ketentuan
Pidana
Menurut
pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 bahwa pemegang desain industry atau penerima lisensi
dapat mempertahankan haknya dengan cara menggugat ke Pengadilan Niaga, agar
diberikan ganti rugi dan atau penghentian semua perbuatan sebagaimana yang
dimaksut dalam pasal 9 yakni tanpa persetujuan pemegang hak desain industry
membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan atau mengedarkan barang
yang diberi hak desain industry.
Selain
penyelesaian di pengadilan niaga, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan
tersebut melalui abritase atau alternative penyelesaian sengketa (pasal 47).Ketentuan
pidana terhadap pelanggaran hak desain industry, diatur dalam pasal 54.
F.
DESAIN
TATA LETAK SIRKUIT TERPADU (DTLST)
a.
Pengertian
Menurut
pasal 1 poin 1 UU No 32 Tahun 2000, tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
disebutkan bahwa: sirkuit terpadu adalah produk dalam bentuk jadi atau setengah
jadi, yang di dalamnya terdapar berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu
dari elemen tersebut adalah elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian
atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah
bahan semi konduktor yang dimaksutkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
Desain
tata letak menurut Pasal 1 poin 2 adalah kreasi berupa rancangan diletakan tiga
dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut
adalah elemen akatif, serta sebagian atau semua interkoeksi dalam suatu sirkuit
terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan
pembuatan sikuit terpadu.
b. Subyek, Obyek, dan Perolehan Hak
Berdasarkan
pasal 5 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa subyek DTLST adalaha pendesain atau yang
menerima hak tersebut dari pendesain. Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa
orang secara bersama maka atas DTLST diberikan kepada mereka secara bersama,
kecuali diperjanjikan lain.
Untuk
memperoleh hak DTLST harus mengajukan permohonan pendaftaran ke Ditjen HKI, dengan
persyaratan yang telah ditentukan dalam pasal 14 s/d pasal 21 UU No 32 tahun
2000, Tentang Desain Tata Letak Sirkuit terpadu.
c. Penyelesaian Sengketa dan Ketentuan
Pidana
Berdasarkan
pasal 38 ayat 1 dan ayat 2 bahwa pemegang hak DTLST atau penerima linsensi
dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaiman dimaksudkan dalam pasal 8, yakni melarang orang lain yang tanpa
persetujuan pemegang hak DTLST membuat, memakai, menjual, mengimpor,mengekspor,
dan atau mengedarkan barang yang didalamnya terdapat seluruh atau sebagian
desain yang telah diberikan hak DTLST.
Penyelesaian
di peradialan niaga, menurut pasal 39 para pihak dapat menyelesaikan
perselisihan tersebu melalui Abritrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.Ketentuan
pidana terhadap pelanggaran DTLST, diatur dalam pasal 42.
G. RAHASIA DAGANG
Menurut
pasal 1 poin 4 UU No 30/2000 tentang aphasia dagang, menyebutkan bahwa rahasia
dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umu dibidang teknologi dan atau bisnis mempunyai
nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya
oleh pemilik rahasia dagang.
Menurut
pasal 4 hak pemilik rahasia dagang adalh 1) menggunakan sendiri rahasia dagang
yang dimilikinya, 2) memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk
menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak
ketiga untuk kepentingan komersial. Pelanggaran rahasia dagang berdasarkan
menurut pasal 13 dan 14 UU No 30/2000 Tentang Rahasia Dagang. Pelanggaran
terhadap rahasia dagang merupakan delik aduan dengan ketentuan pidana sebagian
diatur dalam pasal 17 yang berbunyi: “ Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak menggunakan rahasia dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 13 atau pasal 14 dipidana dengan penjara paling lama 2
tahun dan atau denda paling banyak Rp 300.000.000”
BAB V1
HUKUM PERUSAHAAN
a.
Pengertian
Perusahaan dan Unsurnya
Menurut
Memorie van Toelicting (RUU WVK) perusahaan ialah keseluruhan perubahan yang
dilakukan secara tidak terputus-putus dengan terang-terangan, dalam kedudukan
tertentu dan untuk mencari laba (bagi diri sendiri).
Menurut
UU No 3/1982, tentang wajib daftar perusahaan, yang dimaksud dengan perusahaan
adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat
tetap dan terus menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam
wilayah Negara RI untuk tuuan memperoleh keuntungan dan/atau laba (pasal 1
huruf b).
Unsur-unsur
perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Adanya
kegiatan yang terus menerus dan tetap
2. Terang-terangan,
tujuannya adalah untuk menjaga image yang baik bagi perusahaan dan juga
berhubungan dengan kepentingan publikasi, permohonan dan perizinan.
3. Adanya
pembukuan: menyangkut aspek transparansi keuangan dan kepentingan pajak
4. Tujuan
mencari keuntungan
5. Adanya
bentuk usaha yang jelas: apakah bersifat perorangan atau badan usaha,
perusahaannya berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.
b. Pembagian Perusahaan
Perusahaan
dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, baik dari struktur modalnya, dan
bentuk usaha, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Dilihat
dari aspek modalnya perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yakni a) perusahaan
dalam negeri yang meliputi BUMN dan swasta nasional, b) perusahaan asing dan
asing campuran
2. Dilihat
dari status badan usahanya dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
a. Purusahaan
berbadan hukum
b. Perusahaan
yang tidak berbadan hukum
Perusahaan yang berbadab hukum terdiri
dari: 1) Badan Hukum Milik Daerah (BHMD) dan 2) Badan Usaha Milik Swasta yang
meliputi: Perseroan Terbatas, Koperasi dan Yayasan, 3) Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), yang meliputi Perusahaan Perseroan dan Perusahaan Umum. Perusahaan
tidak berbadan Hukum adalah:
a. Persekutuan
Perdata (KUHPer)
b. Persekutuan
Firma, (KUHPer dan KUHD)
c. Persekutuan
Komanditer, (KUHPer dan KUHD)
c.
Dokumen Perusahaan
a.
Pengertian dan Dasar Hukum
Dokumen
perusahaan adalah data catatan atau keterangan yang dibuat dan/atau diterima
oleh perusahaan dalam pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis atau sarana lain bentuk
corak apapun yang dapat dilihat, dibaca dan didengar, (Pasal 1 butir (2) UU No
8/1997, tentang dokumen Perusahaan)
Dalam
Hukum yang mengatur mengenai dokumen perusahaan ini, di atur dalam UU RI No
8/1997 tentang Dokumen Perusahaan.
b.
Macam-macam Dokumen Perusahaan
Menurut
pasal 2 s/d 7 UU No 8/1997, bahwa dokumen perusahaan dibagi menjadi 2 yakni
dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
c.
Penyimpanan dan Pemusnahan Dokumen
Dokumen
keuangan harus disimpan selama 10 tahun, sebelumnya 30 tahun.Untuk dokumen
lainnya waktu penyimpanan disesuaikan dengan nilai guna dokumen yang disusun
dalam jadwal retensi yang ditetapkan dengan keputusan pemipin perusahaan.
Dalam
konteks, pemusnahan pimpinan perusahaan bertanggung jawab atas kerugian
perusahaan dan pihak ketiga, dalam hal:
a.
Pemusnahan dokumen dilakukan sebelum
habis masa simpan 10 tahun terhitung sejak akhir tahun
b.
Diketahui atau patut diketahui bahwa
dokumen perusahaan tersebut, masih harus disimpan, karena mempunyai nilai guna,
baik berkaitan dengan kekayaan atau kepentingan perusahaan.
d.
Macam-macam perkumpulan
Menurut
KUHPer dan KUHD, bahwa perkumpulan antara lain terdiri dari: 1) Persekutuan
Perdata; 20 Persekutuan firma; 30 Persekutuan Kmanditer; 4) Perseroan terbatas
dan 5) Koperasi.
1.
Persekutuan
Perdata (Maatschap)
a.
Istilah
dan Pengertian
Maatschap
atau vennotschap adalah istilah bahasa Belanda yang dapat diterjemahkan
perseroan dan perserikatan.Dalam kamus hukum maatschap diterjemahkan sebagai
perseroan, perserikatan dan persekutuan.
Berdasarkan
pasal 1618 KUHPer Maatschap atau persekutuan adalah suatu perjanjian di mana
dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu perjanjian dimana
dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu ke dalam
persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang
terjadi karenannya.
Unsur-unsur
maatschap adalah: adanya perjanjian, bertindak secara terang terangan, harus
bersifat kebendaan, adanya pemasukan suatu berupa uang, barang atau
keterampilan, memperoleh keuntungan, membagi keuntungan kepada para sekutu,
kerjasama ini tidak nyata tampak ke luar atau tidak diberitahukan kepada umum,
diadakan untuk kepentingan bersama anggotanya.
b. Bentuk, Sifat Pendirian dan
Kepribadian anggota Maatscap
Bentuk
persekutuan ini merupakan kemitraan yang sangat sederhana, hal ini dapat
dilihat dari beberapa aspek:
a. Modal,
tidak ada ketentuan yang mengatur tentang besarnya modal yang harus dimasukan
kedalam persekutuan
b. Bentuk
pemasukan anggota persekutuan tidak hanya harus berbentuk uang, tapi dapat
berupa barang atau tenaga
c. Lapangan
usahnya tidak dibatasi
d. Pendiriannya
tidak perlu diumumkan kepada pihak ketiga, sebagaimana yang dilakukan oleh
persekutuan firma.
Disisi lain bahwa UU tidak menentukan
mengenai tata cara pendirian maatschap, dengan demikian pendirian maatschap
dapat dilakukan dengan membuat perjanjian penirian baik akta dibawah tangan
dan/atau akta notarial. Adapun isi perjanjian tersebut menurut pasal 1618
KUHPer adalah memuat 1.Adanya pemasukan berupa uang, barang atau tenaga,
2.Tujuan mendapatkan keuntungan.
c. Tanggungjawab Para Sekutu
1. Tanggungjawab
Intrn antar Mitra
Tanggungjawab
para pelaku ini dapat dibedakan menjadi tanggung intren dan tanggungjawab
mitra.Tanggungjawab intren dituangkan dalam suatu perjanjian kusus menunjuk
seorang pengurus.
2. Tanggungjawab
terhadap Pihak Ketiga
Jika ada penunjukan pengurus secara
khusus, maka berlaku ketentuan pasal 1642 KUHPer .
d. Pembagian Keuntungan
Pembagian
keuntungan oleh para sekutu dilakukan berdasarkan perjanjian para pihak. Jika
tidak diperjanjikan maka berlaku pasal 1633 KUHPer yang menetapkan pembagian
keuntungan yang seimbangan menurut nilai pemasukannya dalam persekutuan, dan
untuk yang hanya memasukan tenaga baginya sama dengan pemasukan barang/uang
paling kecil.
Sedangkan
pemberesan dilakukan oleh mereka yang ditunjukan dalam Anggaran Dasar
persekutuan, jika tidak ada yang menunjukan pemberesan adalah rapat sekutu
terakhir atau jika tidak pemberesan dilakukan oleh pengurus rapat sekutu
terakhir.
2. Persekutuan Firma (Fa)
a. Pengertian dan Unsur Firma
Firma
adalah tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan suatu
perusahaan di bawah nama bersama atau firma. Dari pengertian tersebut terdapat
tiga unsur penting dalam persekutuan firma adalah menjalankan suatu perubahan,
menggunakan nama bersama dan tanggungjawab sekutu secara solider.
Sementara
nama bersama, yakni nama orang yang digunakan menjadi nama perusahaan. Misalnya
satu diantara beberapa sekutu bernama Badu, persekutuan yang mereka bentuk
boleh dinamakan Firma Badu Bersaudara.
Mengenai
ketentuan nama bersama ini, menurut Polak para sekutu bebas untuk menatapkan
nama persektuannnya. Tetapi kebebasan ini dengan mempertimbangkan apakah nama
yang dipakai menyamai atau hampir menyamai nama dari persekutuan firma lainnya,
sehingga membuat pihak ketiga bimbang atau bingung karenanya.
b. Mendirikan Persekutuan Firma
Menurut
pasal 22 KUHD menyatakan bbahwa pendirian persekutuan firma harus dengan akta
otentik, yakni akta yang dibuat oleh notaris.Namun demikian, ketentuan tersebut
tidak meberikan sanksi jika perjanjianpendirian firma dilakukan dengan
perjanjian yang dibuat dibawah tangan.
Selanjutnya
dalam pasal 23 KUHD disebutkan bahwa setelah akta pendirian firma dibuat, akta
didaftarkan di kepeniteraan Pengadilan Negeri di daerah hukum persekutuan firma
itu berdomisili. Hal apa yang harus didaftarkan, menurut pasal 24 KUHD adalah
pendirian persekutuan atau ikhtisar resmi. Isi dari akta pendirian persekutuan
yang dimaksut menurut pasal 26 KUHD.
Setelah
terdaftar di Pengadila Negeri, menurut ketentuan Pasal 28 KUHD, lalu diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
c. Hak dan Tanggungjawab anggota
Ketentuan
tertinggi dalam persekutuan firma ada pada para sekutu semuanya, mereka yang
memutuskan segala persoalan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat dalam
batas kekuasaan yang diberikan atau yang terdapat dalam akta pendirian
persekutuan firma sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 32 dan 35 KUHD.
3. Persekutuan Komanditer (CV)
a. Pengertian dan Dasar Hukum
Dalam
KUHD, Pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa persekutuan secara melepas uang yang
dinamakn persekutuan komanditer, didrikan antara satu orang atau beberapa
sekutu yang secara tanggung menanggung bertanggungjawab untuk seluruhnya pada
pihak satu dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain.
Dilihat
dari sisi pengarurannya bahwa ketentuan tentang persekutuan komanditer berada
antara pasal 19/21 KUHD, sementara pengaturan tentang firma berada pada pasal
16 sd 35 KUHD.
b. Karakteristik CV
Dalam persekutuan komanditer mempunyai dua
macam sekutu yakni :
a.
Sekutu Komanditer
Adalah sekutu yang wajib menyerahkan uang,
barang atau tenaga kepada persekutuan sesuai dengan perjanjian.
b.
Sekutu Komplamenter (Kerja)
Sekutu yang berhak memasukan modal ke
persekutuan, tetapi juga bertuas 1) mengurus persekutuan, 2) bertanggungjawab
secara pribadi untuk keseluruhan dan 3) berhubungan dengan pihak ketiga.
c. Kepengurusan dan Hubungan Hukum dan
Sekutu
Berdasarkan
pasal 20 ayat 2 KUHD, sekutu komanditer dilarang melakukan pengurusan, meskipun
dengan surat kuasa.Bilamana larangan ini tetap dilanggar oleh sekutu
komanditer, maka dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 21 KUHD,
yakni tanggungjawab sekutu kerja.Dalam akta pendirian dapat ditentukan beberapa
hal tentang pembatasan tehadap tindakan kepengurusan.Selain itu, sekutu
komanditer boleh melakukan fungsi pengawasan terhadap jalannya persekutuan,
bilamana dalam akta pendiriannya ditentukan demikian.
Hubungan
intern antara sekutu yang sekutu yang dimaksud adalah hubungan hukum antar
kerja dengan sekutu komanditer. Yang menjadi urgensi hubungan antar sekutu ini
adalah sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal 1642 sd 1641 KUHD.
Hubungan
dengan pihak ketiga, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa
ada 2 macam sekutu, yakni sekutu kerja dan sekutu komanditer.
4. Perseroan Terbatas (PT)
a. Pengertian PT dan Unsurnya
Perseroan
terbatas adalah suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi syarat yang ditetapkan dalam
undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, demikian disebutkan dalam pasal
1 UU No 4 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
Unsur-unsur
PT adalah: PT sebagai Badan Hukum, Persekutuan modal, Didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
atas saham yang ditetapkan dalam UU/PPnya.
b. Dasar Hukum dan Macam-macam PT
Dasar
hukum PT disesuaikan dengan macam dan karakteristiknya, misalnya untuk PT
bersifat tertutup, dasar hukum yang berlaku adalah berdasarkan atas UU No. 40
Th 2007 serta PPnya. Apabila PT terbuka berdasarkan UU No 40 Th 2007 dan UU No
8 Th 1995 tentang Pasar Modal, lalu PT PMDN & PT PMA berdasarkan UU No 40
Th 2007 jo UU No 2007 Tentang Penanaman Modal, sedangkan PT perseroan
berdasarkan UU No 19 Th 2003 tentang BUMN.
Secara
teori bahwa PT dibedakan menjadi 2 macam, yakni PT Tertutup (private) dan PT
terbuka.
c. Tanggungjawab Terbatas
Menurut
Pasal 3 UU No 40/2007, bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab
secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan, dan kerugian
perseroan melebihi saham yang dimiliki. Akan tetapi, tanggungjawab terbatas
tidak berlaku apabila persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau
tidak terpenuhi serta pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun
tidak langsung.
d. Syarat Pendirian PT
Pendirian
PT dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih pendiri yang dibuat dalam suatu
perjanjian yang bersifat notarial dan dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya
pendiri bersama-sama notaris mengajukan pengesahan badan hukum perseroan kepada
Menteri Hukum dan HAM.
Status
Badan Hukum PT berlaku mulai sejak dikeluarkannya keputusan pengesahan oleh
Menteri Hukum dan HAM serta proses pengunguman dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia.
e. Modal dan Saham
Menurut
Pasal 31 UU No 40 Th 2007 modal PT adalah 1) Modal dasar perseroan terdiri atas
seluruh nilai nominal saham, 2) Tanpa menutup kemungkinan di bidang pasar modal
mengatur modal perseroan terdiri dari atas saham tanpa nilai nominal.
Dalam
pasal 32 dipersyaratkan bahwa modal dasar perseroan paling sedikit Rp
50.000.000,00 dan perubahannya ditetapkan dengan PP dan UU yang mengatur
kegiatan usaha tertentu dapat menetapkan minimum modal dasr PT yang lebih
besar.
Secara
structural modal perseroan adalah terdiri dari: 1) Modal Dasar, 2) Modal yang
ditempatkan, 3) Modal yang disetor, 3) Modal yang disetor.
Saham
perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya, setiap pemegang saham diberi bukti
pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya mencantumkan nilai nominalnya.
Nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah, saham tanpa
nominal tidak dapat dikeluarkan, kecuali di bidang pasar modal.
5. Koperasi
1. Pengertian, Landasan dan Tujuan
Koperasi
Menurut
UU No 25 Tahun 1992, tentang Perkoperasian: Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang perorangan atau badan hukum koperasi yang melaksanakan
kegiaan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sedangkan
tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasrkan
Pancasila dan UUD 1945
2. Fungsi, Peran dan Prinsip Koperasi
Fungsi dan peran koperasi yang dapat
dilakukan adalah:
1.
Membangun dan mengembangkan potensi dan
kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
2.
Berperan secara aktif dalam upaya
mempertinggikan kualitas kehidupan masyarakat.
3.
Memperkokoh perekonomian masyarakat.
4.
Berusaha untuk mewujudkan dan
mengembangkan perekonomian nasional.
Koperasi menerapkan
prinsip-prinsipnya dalam melakukan kegiatannya sebagai berikut:
a.
Keanggotan bersifat suka rela dan
terbukan.
b.
Pengelolaan koperasi dilakukan secara
demokratis.
c.
Pembagian sisa hasil usaha dilakukan
secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
d.
Kemandirian.
Dalam mengembangkan
koperasi, dilakukan pula prinsip pendidikan perkoperasian, dan kerjasama antar
koperasi.
3. Pembentukan Koperasi
a.
Syarat
Pembentukan
Pembentukan
koperasi primer dipersyaratkan sedikitnya diperlukan sebanyak 20
orang.Sedangkan sekunder dapat dibentuk oleh sekurangnya ada 3 koperasi, dan
berdasrkan pasal 6 UU No 25/1992 tentang Koperasi.
b. Anggaran Dasar
Menurut
pasal 7 ayat 1 UU Koperasi, Anggaran dasar Koperasi sekurang-kurangnya memuat:
1.
Daftar nama pendiri
2.
Nama dan empat kedudukan;
3.
Maksud dan tujuan serta bidang usahanya;
4.
Ketentuan mengenai keanggotaan;
5.
Ketentuan mengenai Rapat Anggota;
6.
Ketentuan mengenai pengelolaan;
7.
Ketentuan mengenai pemodalan;
8.
Ketentuan mengenai jangka waktu
berdirinya;
9.
Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil
usaha;
10. Ketentuan
mengenai sanksi.
c. Badan Hukum Koperasi
Badan
hukum koperasi dapat diperoleh stelah akta pendiriannya disahkan oleh
pemerintah.Menurut pasal 9 UU Koperasi untuk memperoleh status badan hukum,
para pendiri harus mengajukan permintaan tertulis yang disertai akta pendirian
koperasi.
Pengesahan
akta pendiri koperasi diberikan oleh pemerintah tentang waktu palin lama 3
bulan diterimanya permntaan pengesahan. Apabila permintaan pengesahan ditolak,
maka alas an penolakan akan diberitatahukan kepada para pendiri tertulis paling
lam 3 bulan setelah diterimanya pengesahan. Apabila permitaan pengesahan
dikabulkan maka akta pendiran koperasi diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan akta
pendirian koperasi dan perubahan anggran dasar, diatur dalam pasl 9, 10, 11,
dan 12 UU koperasi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V11
HUKUM JAMINAN
A.
Istilah
dan Pengertian Hukum Jaminan
Zekerheidrechten
istilah ini tidak ada dalam UU dan literature tetapi istilah inilah yang
diartikan sebagai hukum jaminan.
Menurut
J. Satrio hukum jaminan diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur tentang
jaminan-jaminan piutan seorang kreditur terhadap debitur.
B.
Jaminan
Umum
Jaminan
secara umum dasarnya adalah pasal 1131 KUHPer yang berbunyi bahwa hak-hak
kreditur atas piutang-piutangnya di jamin oleh debitur yang meliputi: 1) Semua
barang debitur yang ada pada saat hutang, 2) semua barang debitur yang akan
ada, yang kemudian menjadi miliknya, 3) barang bergerak dan tak bergerak milik
debitur.
Konsekwens
yuridis dan ketentuannya: 1) Kreditur boleh menjual barang debitur untuk
pelunasan hutang. 2) Hak tagih hanay dijamin dengan harta benda saja bukan
oerson debitur. 3) barang bergerak dan tak bergerak milik debitur.
Pengkecualian dari ketentuan ini apabila tedapat benda yang sangat dibutuhkan
untuk hidup atau saran mencari nafkah (vide pasal 451, 452, 747 Rv dan Pasal
197 sub 8 HIR).
C.
Lembaga Jaminan
Dalam Kitab UU hukum
perdata, telah ditentukan secara jelas obyek jaminan atas benda bergerak dan
tidak bergerak.Obyek jaminan terdaat benda bergerak adalah benda gadai dan
fidusia, sedangkan terdapat benda tetap adalah hak tanggungan dan hipotik.
Berikut akan digambarkan secara garis besar jenis jaminan tersebut:
1.
Gadai