Jumat, 16 September 2016

Istilah, Pengertian, dan Ruang Lingkup Hukum Ekonomi



BAB I
DASAR-DASAR HUKUM EKONOMI
A. Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi terjemahan dari Economisch Recht (Belanda) yang berasal dari istilah Doroit Economique setelah PD II menjadi Droit de I’economie atau Economic Law, (Amerika).
Berbagai pendapat mengenai pengertian istilah hukum ekonomi dari para sarjana, antara lain:
1.      Prof. Dr. Sunaryati Hartono
      Hukum ekonomi Indonesia adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan putusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi Indonesia.Tidak perlu diadakan perbedaan apakah kaedah-kaedah itu merupakan kaedah hukum perdata atau hukum publik.
2.      Sumantoro
      Seperangkat norma-norma yang mengatur hubungan kegiatan ekonomi dan secara subtansi sangat dipengaruhi oleh system yang digunakan oleh negara yang bersangkutan.
3.      Sri Rejeki Hartono
      Adalah perangkat aturan yang mengatur kegiatan ekonomi pelaku ekonomi.
            Jadi, hukum ekonomi adalah keseluruhan kaedah hukum yang mengatur dan mempengaruhi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasional Negara, baik kaedah hukum yang bersifat privat maupun publik, tertulis dan tidak tertulis, yang mengatur kegiatan dan kehidupan perekonomian nasional negara. Hasil symposium BPHN, tahun 1978 yang melahirkan beberapa pandangan terhadap hukum ekonomi, antara lain adalah:
a.    Hukum ekonomi hanya meliputi kaedah-kaedah hukum publik yang merupakan pengarahan pemerintah dalam kehidupan ekonomi nasional
b.   Hukum ekonomi mencangkup semua kaedah yang bersifat perdata maupun public yang mengaur kehidupan ekonomi
c.    Dari segi kedudukannya, bahwa hukum ekonomi sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri
d.   Hukum ekonomi sebagai istilah pengelompokan belaka

           Berdasarkan survey Econik Law Unpad tahun 1972 hukum ekonomi mencangkup 6 bidang saja, yakni: 1) Hukum Kontrak, 2) Hukum Perusahaan, 3) Hukum Perburuhan, 4) Hukum Agrarian, 5) Hukum Pajak, Dan 6) Hukum Pertambangan. 
Sementara itu beberapa sarja juga memberikan pandangan yang berbeda tentang lingkup hukum ekonomi:
                      
1.   Rahmat Sumitro
Menurutnya ruang lingkup hukum ekonomi berdasarkan fungsi-fungsi kegiatan ekonomi, yaitu: a) Hukum Ekonomi Produksi, b) Kukum Ekonomi Konsumsi, c) Hukum Ekonomi Distribusi, d) Hukum Ekonomi Keuangan.

2.   Daoeda Yusoep
Hukum ekonomi sebagai peraturan yang bertitik tolak dari kekuasaan Negara terhadap kebebasan pihak swasta dan masyarakat umumnya. Hal ini dapat dilihat dari hubungan: a) Negara dengan perusahaan, b) Negara dengan masyarakat, c) Negara dengan dunia luar.
Secara umum hukum ekonomi dibagai menjadi dua, yakni : hukum ekonomi dalam arti sempit dan hukum ekonomi dalam luas. Hukum ekonomi dalam arti sempit meliputi hukum ekonomi administrasi Negara yang berkaitan dengan masalah ekonomi, sedangkan hukum ekonomi dalam arti luas mencangkup berbagai macam kaedah hukum baik hukum publik maupun hukum privat, hukum nasional maupun internasional.
           Menurut Prof. Sunaryati Hartono, SH, hukum ekonomi dibedakan menjadi 2, yakni:
1.   Hukum Ekonomi Pembangunan
     Adalah yang mencangkup pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional dan berencana.
     Bidang-bidang Hukum ekonomi pembangunan mencangkup aspek-aspek: tanah, bentuk-bentuk usaha, PMA, kredit dan bantuan LN, pengkreditan bank, paten, marek dan transfer of know how, asuransi, ekspor-impor, pertambangan, perumahan, pengankutan, perburuhan dan perjanjian internasional.
2.   Hukum Ekonomi Sosial
     Adalah yang menyangkut peraturan dan pemikiran hukum seluruh peraturan yang mengatur cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata sesuai dengan harkat dan martabat kemanusia (HAM) Indoenesia (Distribusi yang adil dan merata).
     Bidang hukum ekonomi sosial meliputi: obat-obatan, kesahatan dan keluaraga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk usaha rakyat, bantuan dan pendidikan bagi usaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin, orang tua pensiun.
     Menurut Internasional Standard of Industrial Classification (ISIC), membagi hukum ekonomi atas 10 bidang, yaitu: hukum ekonomi pertanian, hukum ekonomi pembangunan, hukum ekonomi industri, hukum ekonomi perdagangan, hukum ekonomi ulility, hukum ekonomi angkutan, hukum ekonomi jasa-jasa, hukum ekonomi pemerintah dan hukum ekonomi lainnya.

B.     Pendekatan Hukum Ekonomi
      Mengingat sifat dari hukum ekonomi adalah lintas dari sektoral dan nasional, maka pendekatannya adalah interdisiplin dan transnasional.Menggunakan interdisiplin karena menurut Prof Sunaryati Hartono, hukum ekonomi tidak hanya menyangkut kaedah hukum perdata tetapi juga hukum Administrasi Negara, hukum antar wewenang hukum pidana termasuk hukum privat dan hukum publik internasional. Selain itu, juga diperlukan disiplin bidang non hukum, antara lain: filsafat, sosiologi, planologi, dan futurologi.
      Hukum ekonomi bersifat transnasional, sebab tidak hanya ditinjau dan dibentuk secara intern nasional seperti hukum dagang, melainkan memerlukan pendekatan transnasional, yang memandang kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam negeri dalam konteks dengan peristiwa dan perkembangan yang terjadi di dunia internasional.
Menurut Schrans hukum ekonomi dapat dilakukan dengan 2 cara pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif:
1.   Pendekatan kuantitatif, yakni hukum ekonomi dan keuangan meliputi sebuah kaedah hukum publik dan perdata, yang secara khusus bertujuan untuk mengatur segala kegiatan perekonomian nasional.
2.   Pendekatan kualitatif dimana hukum ekonomi dapat bersifat menentukan dan mengarahkan kaedah-kaedah hukum ekonomi menuju kepada realisasi suatu tujuan ekonomi yang telah ditetukan sebelumnya.
  Ciri-ciri pendekatan kualitatif menurut Schrans antara lain:
a.    Dalam hukum ekonomi batas-batas antara hukum public dengan hukum privat menjadi kabur
b.   Hukum ekonomi bersifat lebih kolektivitis dari pada hukum dagang
c.    Hukum ekonomi merupakan suatu bidang yang mengubah tata hukum maupun tata ekonomi
d.   Hukum ekonomi menimbulkan kebutuhan akan usaha-usaha perlindungan hukum yang baru
e.    Hukum ekonomi mengubah nilai-nilai sosial, ekonomi dan keadilan yang dahulu berlaku baik dalam masyarakat ekonomi maupun bidang hukum.
Menurut J. Limpens, pendekatan kualitatif tidak saja menyangkut kaedah-kaedah hukum yang langsung berkaitan dengan kehidupan ekonomi tetapi juag kaedah-kaedah yang secara tidak langsung menyangkut kehidupan perekonomian, seperti hukum pidana, keluarga dan waris. Dengan metoden ini ada 3 hal yang hendak dicapai, yakni:
1.   Bagaimana tujuan ekonomi dapat dicapai secara optimal dengan kaedah hukum;
2.   Bagaimana kaeadah hukum dapat membuat persyaratan/norma yang tidak bertentangan    dengan tujuan ekonomi
3.   Bagaimana syarat dan norma ekonomi dapat dipenuhi secara bersama-sama.
          
Sementara pendekatan kuantitatif menurut J. Limpens adalah1) hukum ekonomi sebagai kaeda hukum pemaksa dan membatasi kebebasan ekonomi;  2) hukum ekonomi dilihat sebagai perluasan hukum dagang, misalnya perusahaan, penanaman modal, perdagangan dan sebagainya, 3) hukum ekonomi dilihat sebagai peraturan yang menyangkut perusahaan, yang meliputi peraturan perdata dan publik, misalnya perusahaan asuransi.
C.    Sumber Hukum Dan Asas Hukum Ekonomi            
Secara filosofi, kaedah hukum yang berlaku atau bakal berlaku adalah relavan dengan jiwa dan semangat pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan UUD 1945.  Kecuali itu, ajaran yang dinilai relavan adalah a tool social engeering (Roscoe Pound) hukum memiliki fungsi untuk membawa dan merubah masyarakat ke suatu bentuk yang diinginkan, serta konsep welvaart staat (Negara kesejahteraan) yang dicita-citakan.
      Dalam Undang-Undang Dasar 1945, kaedah-kaedah hukum yang digunakan sebagai dasar pembentukan peraturan-peraturan dan bidang hukum ekonomi nasional, antara lain adalah:
1.      Pasal 23 UUD 1945, mengenai keuangan
2.      Pasal 27 ayat (2) tentang hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
3.      Pasal 31 ayat (1) tentang hak warga Negara mendapatkan pengajaran
4.      Pasal 33 tentang demokrasi ekonomi
5.      Pasal 34 mengenai fakir miskin dan anak terlantar.

Kaedah-kaedah dalam UUD 1945 ini harus dilaksanakan atau dijabarkan melalui peraturan perundang-undangan dan hukum ekonomi nasional.
Kedudukan hukum ekonomi dalam tata hukum nasional, hukum ekonomi adalah bagian dari hukum Pembangunan development dan atau hukum sektoral.Sebagai hukum pembangunan artinya hukum ekonomi mencangkup seluruh kaedah yang harus menunjang pembangunan.Sementara sebagai kegiatan sektoral pembangunan seperti dijabarkan dalam GBHN dan Repelita.
Asas hukum menjadi urgen untuk mempelajari suatu kaedah hukum, karena kaedah hukum itu lahir dilatarbelakangi oleh dasar-dasar filosofi tertentu.Itulah yang dinamakan asas hukum dengan demikian asas hukum ini merupakan dasar bagi terbentuknya suatu kaedah hukum, sebaliknya kaedah hukum itu harus dapat dikembalikan kepada asas hukum.
Penerapan kaedah hukum ekonomi harus mengindahkan asas-asas yang berlaku yaitu: 1) Manfaat; 2) keadilan dan pemerataan; 3) keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam kehidupan; 4) kemandirian berwawasan kebangsaan; 5) usaha bersama dan kekeluargaan; 6) demokrasi ekonomi; 7) membangun tanpa merusak lingkungan; 8) memajukan kesejahteraa umum; 9) perlindungan pakir miskin dan anak terlantar.
D.    Deregulasi dan Sifat Kaedah Hukum Ekonomi
Deregulasi diartiakn sebagai kegiatan atau proses penghapusan dan peraturan. Deregulasi bertujuan untuk menghapus hambatan-hambatan yang menggangu kegiatan ekonomi dan mengurangi campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi agar pelaku usaha dapat dengan bebas mengembangkan usaha yang dikelolanya. Dengan demikian deregulasi adalah pengaturan kembali kebijakan pemerintah dengan cara menyederhanakan prosedur dan perizinan yag menyangkut bidang pembangunan tertentu.
Menurut Amirizal, pengertian deregulasi mencangkup dua aspek :
1.   Aspek debirokratisasi, adalah upaya penyederahanaan prosedur dan perizinan, agar dapat memberikan kemudahan bagi dunia usaha yang melakukan investasi atau memutas roda kegiatan ekonomi nasional
2.   Mencangkup berbagai pertimbangan kedalam, antara lain menyangkut penyederhanaan dan mengurangi jenis perizinan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
Selanjutnya, dalam konteks kegiatan dunia usaha, apa urgensinya dilakukannya deregulasi, menurut Savas ada empat alasan untuk melakukan deregulasi tersebut, yakni:
1.   Alasan Pragmatis adalah untuk mendorong sektor negara yang lebih baik.
2.   Alasan ideologi adalah mengurangi peranan sektor negara yang berlebihan dalam kehidupan masyarakat. 
3.   Alasan komersial, tujuannya alah agar lebih banyak kegiatan ekonomi di serahkan kepada pihak swasta, selama ini pemerintah melalui BUMD melakukan dominasi terhadap sektor-sektor usaha tertentu, sehingga terkesan monopoli.
4.   Alasan populis, masyarakat diberi kebebasan yang lebih besar untuk mengurus dirinya, mengidentifikasikan  kebutuhannya dan memenuhi sendiri kebutuhannya.

        Secara garis besar ada dua sifat dari kaedah hukum ekonomi, yakni kaedah yang bersifat administrasif dan substantive/materil.Kaedah bersifat administrative adalah ketentuan hukum administrasi negara yang menyangkut aspek procedural dari aktivitas transaksi ekonomi.Sedangkan kaedah bersifat substantive/materil adalah ketentuan hukum yang dibuat oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif, mengenai aspek materil dan aktivitas dan transaksi ekonomi.Ketentuan ini yang bersifat memaksa dan mengatur.

E.     Peranan Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi
Peran pemerintah sebagai provider, menurut Freidam adalah fungsi pemerintah sebagai penyedia merupakan perwujudan dari tugas pokok negara dalam social welfare state, seperti: pemberian tunjangan sosial, bantuan pemelian sembako, bantuan kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
Peranan pemerintah sebagai pengusaha, tidak dilakukan secara langsung tetapi membentuk BUMN, BUMD, selain melaksanakan fungsinya sebagai Agen of Development.Tugas pemerintah sebagai Agen of Development adalah menciptakan iklim untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara umunya, memajukan sektor ekonomi.
Secara teori ada tiga aliran tentang keterlibatan negara dalam ekonomi yakni keretlibatan minimalis, keterlibatan maksimalis dan keterlibatan terukur. Keterlibatan minimalis, menurut aliran ini kegiatan ekonomi dalam persaingan bebas akan lebih bermanfaat bagi masyarakat daripada diatur oleh Negara.
Negara Indonesia adalah Negara yang menganut demokrasi Pancasila, yang dalam penerapan dijabarkan sebagai berikut:
1.Sila pertama: roda idiologi pancasila dalam ekonomi dan bisnis perekonomian digerakan oleh stimulant ekonomi, sosial dan moral.
2.Sila kedua: ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan kemertaan sosial sesuai dengan asas-asas kemanusiaan.
3.Sila ketiga: proritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh.
4.Sila keempat: koperasi merupakan soko guru perekonomian dan merupakan bentuk konkrit dari uasaha bersama
5.Sila kelima: ada imbangan yang jelas dan tegas perencanaan nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi di daerah-daerah untuk mencapai keadilan ekonomi dan sosial.
Menurut Prof. Mubayartono, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, hanya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi sekaligus dengan penerapan asas keadilan. Ini berarti bahwa asas keadilan harus menjiwai setiap kebijakan dan program-program ekonomi, oleh karenanya ada 8 jelur pemerataan yang hendak dicapai, yakni:
1.   Pemerataan pemenuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan
2.   Pemerataan kesempatan memproleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3.   Pemerataan pembagian pendapatan
4.   Pemerataan kesempatan kerja
5.   Pemerataan kesempatan berusaha
6.   Pemerataan kesempatan berpatisipasi dalam pembangunan diseluruh tanah air
7.   Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
8.   Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh tanah air.


BAB II
HUKUM PERBANKAN
a.      Pengertian dan Kegiatan Bank
      Badan usaha yang mempunyai kekayaan dalam bentuk asset keuangan, digunakan untuk mejalankan usaha produktif, kebutuhan konsumsif,maupun jasa keuangan bukan pembiayaan. Lembaga keuangan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan dengan menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat melalui pinjaman.
      Hukum perbankan adalah serangkaian ketentuan yang mengatur tentang segala sesuatu yang terkait dengan bank.Di dalamnya diatur dua hal pokok, yakni “kelembagaan’’ dan ‘’kegiatan’’ usaha bank.
      Dalam ketentuan UU Perbankan, telah diatur usaha apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh suatu bank, selain itu juga ada perbedaan usaha antara bank umum dan pengkreditan rakyat. Bank umum dapat mengkhusyuskan untuk melaksanakan kegiatan usaha tertentu dan memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkan.Dengan demikian, usaha yang dijalankan oleh bank umum adalah lebih luas dibandingkan dengan KPR.
b.      Rahasia dan Kesehatan Bank
      Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya, sebagamana yang diatur dalam pasal 40 UU No.10/1998.Yang dimaksut dengan rahasia bank menurut pasal 1 angka 28 UU Perbankan, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah.
      Selanjutnya agar perusahaan bank dapat dinilai sehat atau tidak sehat, maka perusahaan tersebut harus mengindahkan rambu-rambu yang secara normatife dikeluarkan oleh Bank Indonesia, namun sejak tahun 2013 pengawasan terhadap bank dan lembaga pembiyaan non bank diganti oleh Otoritas Jasa Keuangan.
c.       Restrukturisasi Bank
      Tujuan dari restrukturisasi bank adalah 1) memperkuat daya saing & posisi bank; 2) memperkuat market share/pelangganan; 3) memperkuat struktur modal; 4) efisiensi; 5) akses teknologi yang lebih baik; dan 6) memperkuat keahlian ADM.
      Bentuknya ada 3 macam, yakni: a) Merger; b) Konsolidasi dan c) Akuisis.
      Merger adalah penggabungan dua bank atau lebih dengan tetap mepertahankan eksistensi salah satu bank dan membubarkan bank lain.
Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank lama. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan terjadinya peralihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan terjadinya peralihan kepemilikan atau pengendalian bank dan atau terajadinya peralihan kepemilikan atau pengendalian bank dan atau terjadi transaksi anatara dua pihak atau lebih, sehingga terjadi peralihan sebagian atau seluruh aset dan dapat terjadi melalui akuisisi asset, saham, merger atau konsolidasi.

BAB III
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A.    Penegertian dan Pengaturan
      Menurut pasal 1 Nomor: 8/1999, tentang perlindungan konsumen, yang dimaksut dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Konsumen adalah orang pemakai barang/jasa yang tesedia didalam masyarakat baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan. Sedangkan pelaku usaha adalah setiap orang atau badan hukum yang berkedudukan di wilayah RI, baik sendiri maupun bersama-sama melakukan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
      Dari sisi yuridis perlindungan hukum terhadap konsumen, telah diatur secara rinci mulai dari UU sampai peraturan pelaksanaannya. Peraturan UU yang dimaksut  adalah 1) UU No 8/1999, Tentang Perlindungan konsumen; 2) Peraturan Pemerintah No 57/2001, Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional; 3) Peraturan Pemerintah No 58/2001, Tentang Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen; 4) Peraturan Pemerintah No 59/2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

B.     Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
      Menurut pasal 2 UU Perlindungan Konsumen, asas hukum perlindungan konsumen ada 5 yakni : 1) asas manfaat, 2) keadilan, 3) keseimbangan, 4) keamanan dan keselamatan konsumen, 5) kepastian hukum.
      Tujuan dari perlindungan konsumen, menurut pasa 3 UUPK, bahwa perlindungan konsumen bertujuan: 1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, 2) meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa, 3) meningkatkan pemedayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, 4) menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, 5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha, dan 6) meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

C.    Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha
1.      Hak dan Kewajiban Konsumen
      Dalam UUPK hak dan kewajiban konsumen telah diatur secara limitative dalam pasal 4 berbunyi sebagai berikut: 1) Hak atas kenyamanan, keamana dan keselamatan mengkonsumsi barang dan atau jasa, 2) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta medapatkannya sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan  yang dijanjijkan, 3) ha katas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau  jasa, 4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang dan atau jasa yang digunakan, 5) hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut, 6) hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen, 7) hak untuk diperlakukan, dilayani secara benar serta tidak diskriminatif, 8) hak untuk mendapatkan konpensasi ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, 9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
      Kewajiban konsumen, UUPK juga mengatur kewajiban konsumen sebagaimana tercantum dalam pasal 5 UUPK, kewajiban tersebut adalah: 1) membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan produser pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, 2) beritikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa, 3) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dan 4) mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2.   Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
     Menurut Pasal 6 UUPK, adalah 1) menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan barang dan/atau jasa yang diperdagangan, 2) mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikat baik, 3) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen, 4) hak untuk rehabilitas nama baik, apabila secara hukum kerugian konsumen tak terbukti, 5) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
     Sedangkan kewajiban pelaku usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UUPK adalah: 1) beritikat baik dalam melakukan usaha, 2) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur megenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa menjelaskan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, 3) memerlukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak diskriminatif, 4) menjamin mutu barang daan/atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 5) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu yang diperdagangkan, 6) memberi konpensasi ganti rugi dan/atau penggantian, atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, 7) memberi konpensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

D. Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen
1.   Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
        Merupakan suatu badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, demikian batas yang diberikan oleh Pasal 1 poin 1 Kepmen Perindag No 350/MPP/Kep/2001, Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.Tujuan pembentukannya adalah untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan.Sedangkan dasar pembentukan badan ini adalah pasal 49 UUPK dan Keppres No 90/2001 tentang pembentukan BPSK.
        Sesuai dengan tugasnya bahwa dalam penyelesaian sengketa konsumen BPSK dapat melakukan pendekatan mediasi, konsiliasi, dan abritrase. Adapun tujuan penyelesain sengketa konsumen melalui instrument konsiliasi, mediasi dan arbitrasi adalah agar para pihak mencapai kesepakatan mengenai: 1) bentuk dan besarnya ganti rugi, 2) tindakan tertentu, agar tidak terjadi kembali kerugian konsumen dan 3) Jaminan pernyataan tertulis bahwa perbuatan tersebut tidak akan terulang kembali dikemudian hari.
        Dilihat dari aspek alokasi waktu penyelesaian sengketa konsumen, dimana  proses penyelesaiannya sesuai dengan tindakannya mulai dar pemberian ganti rugi sampai dengan upaya penyelesaian tingkat banding dimakah agung, telah ditentukan jangka waktunya. Hal ini dimaksud agar semua pihak yang bersengketa mendapat kepastian berapa lama penyelesaian sengketa ini diproses sampai diprolehnya suatu keputusan yang difinitif.

2.Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Fungsibadan ini, menurut pasal 33 UUPK adalah memberikan saran-saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya pengembangan perlindungan konsumen di Indonesia.Sedangkan tugasnya berdasarkan pasal 34 ayat 1 UUPK diantarannya ialah memberikan sarana dan rekomendasi kepada pemerintah.
Dari tugas yang diemban oleh BPKN, instrument yang dipakai sebagai upaya perlindungan bagi konsumen adalah meakukan riset dan pengkajian terhadap produk barang dan jasa dan mempublikasikannya serta menerima pengaduan dari warga masyarakat.Dengan upaya ini diharapkan masyarakat, diharapkan warga masyarakat dapat mengetahui produk barang dan jasa legal dan illegal, asli tapi palsu, layak edar dan tidak, aman dikonsumsi atau tidak dan sebagainya.

3.  Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
LKPSM  adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah, yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen, demikian ketentuan dari pasal 1 poin 3 peraturan pemerintah No 59/2001, tentang perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Dasar dari pembentukan lembaga ini adalah sebagaimana di atur dalam pasal 44 UU No 8/1999, Perlindungan konsumen, dan peraturan pemerintah No. 59/2001.
Agar keberadaan LPKSM legal, maka harus mendaftar di Dinas Perdagangan dan Industri Kab/Kota, dengan demikian lembaga ini memiliki tanda daftar lembaga perlindungan konsumen yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia, demikian jaminan yang ditentukan dalam pasa 3 ayat 3 dan pasal 4 ayat 2 Kepmen-Perindag No 302/MPP/Kep/10/2001, tentang pendaftaran PKSM. Namun demikian, pemerintah dapa membatalkan keberadaan LPKSM apabila tidak menjalankan kegiatan perlndungan kosumen atau terbukti melakukan pelanggaran UU No 8/1999 dan peraturan pelaksanaanya, pasal 10 peraturan pemerintah No 59/2001 tentang LPKSM.


BAB IV
HUKUM PERSAINGAN USAHA
A.    Pengertian
Menurut pasal 1 UU No 5 tahun1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksut dengan praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau peasaran atau barang dan/atau jasa tertentu sehingga merugikan kepentingan umum.
Sedangkan yang dimaksut dengan persaingan usaha berdasarkan rumusan undang-undang ini adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

B.     Hal –hal Pokok dalam Undang-undang No. 5/1999
Secara garis besar ada 3 hal yang merupakan substansi dari praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yakni perjanjian dilarang, perjanjian tidak dilarang dan posisi dominan. Berikut dikemukakan ketiga aspek tersebut satu persatu :
Perjanjian yang dilarang
   Menurut pasal 4 sampai pasal 16 UU No 5/1999, bahwa perjanjian-perjanjian yang dapat mengakibatkan terajadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat adalah :
1.   Perjanjian oligopoli yaitu perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha dengan tujuan untuk menguasai suatu produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
2.   Penjanjian penetapan harga
3.   Perjanjian pembagian wilayah adalah perjanjian yang menetapkan wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4.   Perjanjian pemboikotan adalah suatu perjanjian yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain melakukan usaha yang sama, baik suatu produk untuk tujuan dalam maupun luar negeri atau sikap penolakan untuk menjual setiap barang atau jasa kepada pihak lain.
5.   Perjanjian kartel adalah perjsnjisn ysng mengstur produksi dsn atau pemasaran suatu barang dan atau jasa untuk mempengaruhi harga
6.   Perjanjian Trust adalah perjanjian dalam rangka pembentukan gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan menjaga atau mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan, yang bertujuan untuk mengontrol produksi atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7.   Perjanjian oligopsoni yaitu perjanjian penguasaan pembelian atau pemberian pasokan agar dapat mengendalikan harga barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan
8.   Perjanjian intergrasi vertical adalah perjanjian produksi sejumlah produk yang termasuk ke dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam suatu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Kegiatanyang Dilarang
      kegiatan-kegiatan yang menurut undang-undang ini yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan tidak sehat, yaitu:
a.        Monopoli
b.      Monopsoni
c.       Penguasaan pasar
d.      Persekongkolan

Posisi dominan
Menurut pasal 1 angka 4 UU No 5/1999, bahwa posisi dominan adalah suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitannya dengan pemangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitannya dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Kategori posisi dominan, menurut pasal 25 UU No 5/1999 adalah 1) menetapkan syarat-syarat perdagangan baik dari segi harga maupun kualitas, 2) membatasi pasar dan penembangan teknologi.
Hal-hal yang dikecualikan dalam praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dalam konteks perjanjian adalah:
1.   Perjanjian Tentang HAKI
2.   Perjanjian Standar Teknis Produksi
3.   Perjanjian Keagenan
4.   Perjanjian Internasional Yang Diratifikasi
5.   Perjanjian Melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan
6.   Perbuatan Dan/Atau Perjanjian Yang Bertujuan Eksport
Dari aspek perbuatan adalah perbuatan yang tergolong kegiatan perusahan dari kegiatan usaha koperasi.
C.    Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Berdasarkan UU No 5/1999, telah dibentuk suatu  Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, sebagaimana pengawasan pelaku usaha KPPU diberi tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 dan pasal 36.
a.      Tugas KPPU, menurut pasal 33 UU No 5/1999 adalah:
1.   Sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 s/d pasal 16
2.   Sebagaimana yang diatur dalam pasal 17 s/d pasal 24
3.   Sebagaimana yang diatur dalam pasal 25 s/d pasal 28
4.   Sebagaimana yang diatur dalam pasal 36
5.   Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
6.   Menysun pedoman dan atau publikasi berkaitan dengan UU larangan praktek monopoli dan atau pesaingan usaha tidak sehat; dan
7.   Memberikan laporan berkala atas kerja hasil komisi kepada presiden dan DPR
b.      Wewenang KPPU, menurut pasal 36 adalah:
1.      Menerima laporan masyarakat dan atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
2.      Melakukan penelitian tentang adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
3.      Melakukan penyidikan tehadap kasus dugaan praktek monopoli yang dilaporkan oleh masyarakat yang ditentukan oleh komisi sebagai hasil penelitiannya
4.      Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada tindakan praktek monopoli
5.      Memanggil pelaku usaha yang di duga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU.


BAB V
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKUAL (HAKI)
A.    Pendahuluan
Hak kekayaan intelektual adalah padanan kata untuk intellectual property rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil oleh piker otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Jadi, HAKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomi hasil suatu kreatifitas intelektual.
HKI merupakan hak yang bersifat privat yang merupakan ciri khas HKI atas dasar itu seseorang bebas mengajukan permohonan untuk mendaftarkan sebagai karya intelektual atau tidak.
Dari pengertian diatas, HKI adalah bagian dari ha katas benda tak berwujud. Secara garis besar para ahli membagi HKI menjadi 2 bagian takni hak cipta (copyright) dan kekayaan industry (industrial property right)
Pembagian dua macam hak tersebut, dapat terjadi karena secara historis pengaturan hak-hak tersebut dalam konvensi adalah berbeda.Hak cipta diatur dalam Konvensi Berne, dan hak atas kekayaan insudtry diatur dalam Konvensi Paris.
Menurut GATT/WTO, ruang lingkup HAKI yang memerlukan perlindungan hukum secara internasional adalah hak cipta dan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta, merek, indikasi geografis, rancangan industry, paten, desain layout dari lingkaran elektronik terpadu, rahasia dagang dan penegndalian praktek-praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.
Pembagian HKI tersebut menunjukan bahwa ruang lingkup semakin luas, karena mengikuti perlembangan dan kreatifitas manusia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat bahwa awalnya HKI hanya mencangkup 3 macam hak, yakni hak cipta, paten dan merek, sekarang 8 macam sebagaimana disebut diatas.
B.     HAK CIPTA
1.Pengertian
Pasal 1 ayat 1 UU No 19/2002 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa hak eksklusif bagi pencipta atau penerima untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk mengumumkan atau memperbanyak dengan tidakn mengurangi batas-batas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak eksklusif adalah hak yang hanya dimiliki oleh si pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil gagasan atau informasi tertentu.
Siapa yang dimaksud dengan pencipta, dalam rumusan UU hak cipta bahwa pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan piker, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2.Sifat dan Hak Cipta yang di Lindungi
Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, karena itu hak ini mempunyai sifat dapat beralih atau dialihkan, baik sebagian maupun seluruhnya, melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab-sebab lain yang dibenarkan peraturan yang berlaku.
3.Dasar Perlindungan Hak Cipta
Sejak tahun 1982 Indonesia telah mengganti peraturan peninggalan Hindia Belanda tentang hak cipta, yakni Auteurswet 1912, Staatsbland No.600 tahun 1912, dengan UU No 6/1982, tentang Hak Cipta, mengingat pesatnya perkembangan hak cipta, karena berhubungan dengan kepentingan dunia internasional maka, UU telah mengalami beberapa kali perubahan, pertama diubah dengan UU No 7 tahun 1987, lalu diubah lagi dengan UU No 12 tahun 1997 dan saat ini diubah dengan UU No 19 tahun 2000.
4.Pendaftaran Ciptaan
Pendaftaran hak cipta ditunjukan kepada Direktorat Jendral yang menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan mencatat dalam daftar umum ciptaan.Daftar umum ini mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. Secara substansi daftar umum tersebut memuat:
1. Nama pencipta dan pemegang hak cipta
2. Tanggal penerimaan surat permohonan
3. Tanggal lengkapnya persyaratan; dan
4. Nomor pendaftaran ciptaan
Pendaftaran ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya permohonan oleh Dirjen
5. Penyelesaian Sengketa
Apabila terjadi pelanggaran hak cipta, maka pemegang hak cipta dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga dan memohon penyitaan terhadap hasil citaannya. Dalam konteks ini, upaya yang dapat dilakukan adalah:
a.  Permohonan penetapan sementara ke pengadilan niaga.
b. Mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak dan meminta penyitaan atas banda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya.
c.  Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak Polri dan atau PPNS

C.    PATEN
a.Pengertian dan Jangka Waktu Berlakunya
1. Paten
Paten adalah hak eksekutif yang diberikan oleh Negara kepada investor atas melaksanakan hasil investasinya dibeidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri investasinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
2. Investor
Seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
3. Invensi
Adalah ide investor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang geknologi dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Setiap investasi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan bentuk, konfigurasi, konstruksi atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk paten sederhana.Jangka waktunya adalah 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaannya.
Sedangkan paten diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjangkan.

b.      Hak dan Kewajiban Pemegang Paten
Hak eksekutif pemegang paten adalah melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain tanpa persetujuan untuk:
1. Membuat, menggunakan, menjual, mengimpur, menyewakan, menyerahkan atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten.
2. Menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya.
c.       Kriteria Pemberian Paten
Ada 3 aspek yang dinilai dalam pemeriksaan paten, adalah sebagai berikut :
1.      Kebaruan pemberian paten harus terhadap penemuan yang baru.
2.      Mengandung langkah inventif.
3.      Dapat diterapkan dalam industry.

d.      Permohonan Paten
Untuk mendapatkan pengakuan atas penemuannya, invensi atau kuasanya harus mengajukan permohonan paten langsung ke DJHKI atau melalui Kanwil Depkum Ham di Seluruh Indonesia, dengan tahapan sebagai berikut:
1.      Pengajuan permohonan
2.      Pemeriksaan administrative
3.      Pengumumuman permohonan paten
4.      Pemeriksaan substansi
5.      Pemerian atau penolakan

D.       MEREK
1.         Pengertian
Menurut pasal 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang dimaksud dengan merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tesebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksekutif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu, dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
2.         Fungsi Merek dan Pendaftaran
Merek berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan suatu produk yang dihasilkan baik secara perorangan maupun bersama-sama atau badan hukum, dengan produk orang lain atau badan hukum lainnya, selain itu, adalah sebagai saran promosi karena produk yang bermutu dan telah dikenal luas mereknya.
Merek adala sebagai daya pembeda, maka suatu merek harus daya pembeda, maka suatu marek harus unik.Semakin unik suatu merek semakin baik, karena lebih mudah diingatkan oleh khalak umum. Mempunyai tampilan yang beda agar mudah melekat dalam ingatan setiap orang yang melihatnya.
3.         Jangka Waktu dan Pengalian Merek
Perlindungan hukum bagi pemegang merek yang telah terdaftar adalah selama 10 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
Permohonan perpanjangan dapat dilakukan setahun sebelum berakhir masa berlakunya merek, yang di ajukan secara tertulis kepada Ditjen HKI.Pendaftaran tersebut dimaksudkan adalah untuk memastikan bahwa suatu merek tetap ada pemiliknya.
Merek dapat dialihkan kepada pihak lain melalui beberapa cara, antara lain adalah 1) pewarisan, 2) wasiat, 3) perjanjian, 4) jual-beli atau sebab lainnya yang dibenarkan oleh undang-undang.
4.         Pendaftaran dan Biaya Pengurusan Merek
Agar memperoleh perlindungan hukum ha katas merek, harus di ajukan permohonan ke Dirjen HKI.Untuk menentukan diterima dan atau ditolak permohonan tesebut, pihak Ditjen HKI harus melakukan pemeriksaan substantive terlebih dahulu, paling lama 30 hari sejak tanggal penerimaan.Apabila permohonan disetujui oleh Ditjen, maka permohonan tersebut diumumkan paling lama 10 hari sejak persetujuan.Lamanya pengunguman adalah 3 bulan diberita resmi merek yang diterbitkan secara berkala oleh Ditjen HKI.Bagi pihak-pihak yang keberatan dapat mengajukan secara tertulis kepada Ditjen HKI.

E.        DESAIN INDUSTRI
a.         Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 poin 1 UU No 3 tahun 2000 tentang Desain Industri, adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfiguras atau komposisi garis atau warna atau gabungan dari padanya yang berbentuk tig dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industry atau kerajinan tangan.
Desain industry juga merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pendesain atau hasil kreasinya selama jangka waktu tertentu untuk menggunakan hak tersebut, atau memberikan persetujuan kepada orang untuk menggunakan hak itu.
b.      Obyek dan Subyek Desain Industri
Desain industry yang mendapat perlindungan, menurut ketentuan Pasal 2 UU No 31/2000 adalah:
1.      Desain industry baru
2.      Desain industry dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, tidak sama dengan pengungkapan desain industry yang tela ada sebelumnya.
3.      Pengungkapan sebelumnya adalah pengungkapan desain industry sebelum tanggal penerimaan permohonan hak, tanggal prioritas abaila permohonan diajukan dengan hak prioritas dan telah diumumkan atau di gunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.
            Jangka waktu perlindungan desain industry diberikan selam 10 tahu sejak tanggal penerimaan.Sedangkan tanggal mulai berlakunya perlindungan desain industry adalah sejak dicatat dalam daftar umum desain industry dan diumumkan dalam berita resmi desain industry, sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 ayat 1 dan ayat 2.
c.       Permohonan Pendaftaran
Hak atas desain industry diberikan atas dasar permohonan yang diajukan secara tertulis kepada Ditjen HKI, dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 11.
d.      Penyelesaian Sengketa dan Ketentuan Pidana
Menurut pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 bahwa pemegang desain industry atau penerima lisensi dapat mempertahankan haknya dengan cara menggugat ke Pengadilan Niaga, agar diberikan ganti rugi dan atau penghentian semua perbuatan sebagaimana yang dimaksut dalam pasal 9 yakni tanpa persetujuan pemegang hak desain industry membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industry.
Selain penyelesaian di pengadilan niaga, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui abritase atau alternative penyelesaian sengketa (pasal 47).Ketentuan pidana terhadap pelanggaran hak desain industry, diatur dalam pasal 54.
F.     DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU (DTLST)
a.      Pengertian
Menurut pasal 1 poin 1 UU No 32 Tahun 2000, tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu disebutkan bahwa: sirkuit terpadu adalah produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapar berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semi konduktor yang dimaksutkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
Desain tata letak menurut Pasal 1 poin 2 adalah kreasi berupa rancangan diletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen akatif, serta sebagian atau semua interkoeksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sikuit terpadu.
b.      Subyek, Obyek, dan Perolehan Hak
Berdasarkan pasal 5 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa subyek DTLST adalaha pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain. Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama maka atas DTLST diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali diperjanjikan lain.
Untuk memperoleh hak DTLST harus mengajukan permohonan pendaftaran ke Ditjen HKI, dengan persyaratan yang telah ditentukan dalam pasal 14 s/d pasal 21 UU No 32 tahun 2000, Tentang Desain Tata Letak Sirkuit terpadu.
c.       Penyelesaian Sengketa dan Ketentuan Pidana
Berdasarkan pasal 38 ayat 1 dan ayat 2 bahwa pemegang hak DTLST atau penerima linsensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaiman dimaksudkan dalam pasal 8,  yakni melarang orang lain yang tanpa persetujuan pemegang hak DTLST membuat, memakai, menjual, mengimpor,mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang didalamnya terdapat seluruh atau sebagian desain yang telah diberikan hak DTLST.
Penyelesaian di peradialan niaga, menurut pasal 39 para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebu melalui Abritrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.Ketentuan pidana terhadap pelanggaran DTLST, diatur dalam pasal 42.
G.    RAHASIA DAGANG
Menurut pasal 1 poin 4 UU No 30/2000 tentang aphasia dagang, menyebutkan bahwa rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umu  dibidang teknologi dan atau bisnis mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Menurut pasal 4 hak pemilik rahasia dagang adalh 1) menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya, 2) memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan komersial. Pelanggaran rahasia dagang berdasarkan menurut pasal 13 dan 14 UU No 30/2000 Tentang Rahasia Dagang. Pelanggaran terhadap rahasia dagang merupakan delik aduan dengan ketentuan pidana sebagian diatur dalam pasal 17 yang berbunyi: “ Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan rahasia dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 atau pasal 14 dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun dan atau denda paling banyak Rp 300.000.000”


BAB V1
HUKUM PERUSAHAAN
a.      Pengertian Perusahaan dan Unsurnya
Menurut Memorie van Toelicting (RUU WVK) perusahaan ialah keseluruhan perubahan yang dilakukan secara tidak terputus-putus dengan terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba (bagi diri sendiri).
Menurut UU No 3/1982, tentang wajib daftar perusahaan, yang dimaksud dengan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara RI untuk tuuan memperoleh keuntungan dan/atau laba (pasal 1 huruf b).
Unsur-unsur perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Adanya kegiatan yang terus menerus  dan tetap
2.      Terang-terangan, tujuannya adalah untuk menjaga image yang baik bagi perusahaan dan juga berhubungan dengan kepentingan publikasi, permohonan dan perizinan.
3.      Adanya pembukuan: menyangkut aspek transparansi keuangan dan kepentingan pajak
4.      Tujuan mencari keuntungan
5.      Adanya bentuk usaha yang jelas: apakah bersifat perorangan atau badan usaha, perusahaannya berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.
b.      Pembagian Perusahaan
Perusahaan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, baik dari struktur modalnya, dan bentuk usaha, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Dilihat dari aspek modalnya perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yakni a) perusahaan dalam negeri yang meliputi BUMN dan swasta nasional, b) perusahaan asing dan asing campuran
2.      Dilihat dari status badan usahanya dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
a.       Purusahaan berbadan hukum
b.      Perusahaan yang tidak berbadan hukum
Perusahaan yang berbadab hukum terdiri dari: 1) Badan Hukum Milik Daerah (BHMD) dan 2) Badan Usaha Milik Swasta yang meliputi: Perseroan Terbatas, Koperasi dan Yayasan, 3) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang meliputi Perusahaan Perseroan dan Perusahaan Umum. Perusahaan tidak berbadan Hukum adalah:
a.    Persekutuan Perdata (KUHPer)
b.   Persekutuan Firma, (KUHPer dan KUHD)
c.    Persekutuan Komanditer, (KUHPer dan KUHD)
c.  Dokumen Perusahaan
a.       Pengertian dan Dasar Hukum
Dokumen perusahaan adalah data catatan atau keterangan yang dibuat dan/atau diterima oleh perusahaan dalam pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis atau sarana lain bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca dan didengar, (Pasal 1 butir (2) UU No 8/1997, tentang dokumen Perusahaan)
Dalam Hukum yang mengatur mengenai dokumen perusahaan ini, di atur dalam UU RI No 8/1997 tentang Dokumen Perusahaan.

b.   Macam-macam Dokumen Perusahaan
Menurut pasal 2 s/d 7 UU No 8/1997, bahwa dokumen perusahaan dibagi menjadi 2 yakni dokumen keuangan dan dokumen lainnya.

c.    Penyimpanan dan Pemusnahan Dokumen
Dokumen keuangan harus disimpan selama 10 tahun, sebelumnya 30 tahun.Untuk dokumen lainnya waktu penyimpanan disesuaikan dengan nilai guna dokumen yang disusun dalam jadwal retensi yang ditetapkan dengan keputusan pemipin perusahaan.
Dalam konteks, pemusnahan pimpinan perusahaan bertanggung jawab atas kerugian perusahaan dan pihak ketiga, dalam hal:
a.    Pemusnahan dokumen dilakukan sebelum habis masa simpan 10 tahun terhitung sejak akhir tahun
b.   Diketahui atau patut diketahui bahwa dokumen perusahaan tersebut, masih harus disimpan, karena mempunyai nilai guna, baik berkaitan dengan kekayaan atau kepentingan perusahaan.

d.   Macam-macam perkumpulan
Menurut KUHPer dan KUHD, bahwa perkumpulan antara lain terdiri dari: 1) Persekutuan Perdata; 20 Persekutuan firma; 30 Persekutuan Kmanditer; 4) Perseroan terbatas dan 5) Koperasi.
1.      Persekutuan Perdata (Maatschap)
a.      Istilah dan Pengertian
Maatschap atau vennotschap adalah istilah bahasa Belanda yang dapat diterjemahkan perseroan dan perserikatan.Dalam kamus hukum maatschap diterjemahkan sebagai perseroan, perserikatan dan persekutuan.
Berdasarkan pasal 1618 KUHPer Maatschap atau persekutuan adalah suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu ke dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang terjadi karenannya.
Unsur-unsur maatschap adalah: adanya perjanjian, bertindak secara terang terangan, harus bersifat kebendaan, adanya pemasukan suatu berupa uang, barang atau keterampilan, memperoleh keuntungan, membagi keuntungan kepada para sekutu, kerjasama ini tidak nyata tampak ke luar atau tidak diberitahukan kepada umum, diadakan untuk kepentingan bersama anggotanya.
b.   Bentuk, Sifat Pendirian dan Kepribadian anggota Maatscap
Bentuk persekutuan ini merupakan kemitraan yang sangat sederhana, hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek:
a.       Modal, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang besarnya modal yang harus dimasukan kedalam persekutuan
b.      Bentuk pemasukan anggota persekutuan tidak hanya harus berbentuk uang, tapi dapat berupa barang atau tenaga
c.       Lapangan usahnya tidak dibatasi
d.      Pendiriannya tidak perlu diumumkan kepada pihak ketiga, sebagaimana yang dilakukan oleh persekutuan firma.
Disisi lain bahwa UU tidak menentukan mengenai tata cara pendirian maatschap, dengan demikian pendirian maatschap dapat dilakukan dengan membuat perjanjian penirian baik akta dibawah tangan dan/atau akta notarial. Adapun isi perjanjian tersebut menurut pasal 1618 KUHPer adalah memuat 1.Adanya pemasukan berupa uang, barang atau tenaga, 2.Tujuan mendapatkan keuntungan.
c.    Tanggungjawab Para Sekutu
1.   Tanggungjawab Intrn antar Mitra
Tanggungjawab para pelaku ini dapat dibedakan menjadi tanggung intren dan tanggungjawab mitra.Tanggungjawab intren dituangkan dalam suatu perjanjian kusus menunjuk seorang pengurus.
2.      Tanggungjawab terhadap Pihak Ketiga
      Jika ada penunjukan pengurus secara khusus, maka berlaku ketentuan pasal 1642 KUHPer .
d.      Pembagian Keuntungan
Pembagian keuntungan oleh para sekutu dilakukan berdasarkan perjanjian para pihak. Jika tidak diperjanjikan maka berlaku pasal 1633 KUHPer yang menetapkan pembagian keuntungan yang seimbangan menurut nilai pemasukannya dalam persekutuan, dan untuk yang hanya memasukan tenaga baginya sama dengan pemasukan barang/uang paling kecil.
Sedangkan pemberesan dilakukan oleh mereka yang ditunjukan dalam Anggaran Dasar persekutuan, jika tidak ada yang menunjukan pemberesan adalah rapat sekutu terakhir atau jika tidak pemberesan dilakukan oleh pengurus rapat sekutu terakhir.

2.      Persekutuan Firma (Fa)
a.      Pengertian dan Unsur Firma
Firma adalah tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah nama bersama atau firma. Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur penting dalam persekutuan firma adalah menjalankan suatu perubahan, menggunakan nama bersama dan tanggungjawab sekutu secara solider.
Sementara nama bersama, yakni nama orang yang digunakan menjadi nama perusahaan. Misalnya satu diantara beberapa sekutu bernama Badu, persekutuan yang mereka bentuk boleh dinamakan Firma Badu Bersaudara.
Mengenai ketentuan nama bersama ini, menurut Polak para sekutu bebas untuk menatapkan nama persektuannnya. Tetapi kebebasan ini dengan mempertimbangkan apakah nama yang dipakai menyamai atau hampir menyamai nama dari persekutuan firma lainnya, sehingga membuat pihak ketiga bimbang atau bingung karenanya.
b.      Mendirikan Persekutuan Firma
Menurut pasal 22 KUHD menyatakan bbahwa pendirian persekutuan firma harus dengan akta otentik, yakni akta yang dibuat oleh notaris.Namun demikian, ketentuan tersebut tidak meberikan sanksi jika perjanjianpendirian firma dilakukan dengan perjanjian yang dibuat dibawah tangan.
Selanjutnya dalam pasal 23 KUHD disebutkan bahwa setelah akta pendirian firma dibuat, akta didaftarkan di kepeniteraan Pengadilan Negeri di daerah hukum persekutuan firma itu berdomisili. Hal apa yang harus didaftarkan, menurut pasal 24 KUHD adalah pendirian persekutuan atau ikhtisar resmi. Isi dari akta pendirian persekutuan yang dimaksut menurut pasal 26 KUHD.
Setelah terdaftar di Pengadila Negeri, menurut ketentuan Pasal 28 KUHD, lalu diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
c.       Hak dan Tanggungjawab anggota
Ketentuan tertinggi dalam persekutuan firma ada pada para sekutu semuanya, mereka yang memutuskan segala persoalan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat dalam batas kekuasaan yang diberikan atau yang terdapat dalam akta pendirian persekutuan firma sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 32 dan 35 KUHD.
3.   Persekutuan Komanditer (CV)
a.   Pengertian dan Dasar Hukum
Dalam KUHD, Pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa persekutuan secara melepas uang yang dinamakn persekutuan komanditer, didrikan antara satu orang atau beberapa sekutu yang secara tanggung menanggung bertanggungjawab untuk seluruhnya pada pihak satu dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain.
Dilihat dari sisi pengarurannya bahwa ketentuan tentang persekutuan komanditer berada antara pasal 19/21 KUHD, sementara pengaturan tentang firma berada pada pasal 16 sd 35 KUHD.

b.      Karakteristik CV
      Dalam persekutuan komanditer mempunyai dua macam sekutu yakni :
a.       Sekutu Komanditer
      Adalah sekutu yang wajib menyerahkan uang, barang atau tenaga kepada persekutuan sesuai dengan perjanjian.
b.      Sekutu Komplamenter (Kerja)
      Sekutu yang berhak memasukan modal ke persekutuan, tetapi juga bertuas 1) mengurus persekutuan, 2) bertanggungjawab secara pribadi untuk keseluruhan dan 3) berhubungan dengan pihak ketiga.
c.       Kepengurusan dan Hubungan Hukum dan Sekutu
Berdasarkan pasal 20 ayat 2 KUHD, sekutu komanditer dilarang melakukan pengurusan, meskipun dengan surat kuasa.Bilamana larangan ini tetap dilanggar oleh sekutu komanditer, maka dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 21 KUHD, yakni tanggungjawab sekutu kerja.Dalam akta pendirian dapat ditentukan beberapa hal tentang pembatasan tehadap tindakan kepengurusan.Selain itu, sekutu komanditer boleh melakukan fungsi pengawasan terhadap jalannya persekutuan, bilamana dalam akta pendiriannya ditentukan demikian.
Hubungan intern antara sekutu yang sekutu yang dimaksud adalah hubungan hukum antar kerja dengan sekutu komanditer. Yang menjadi urgensi hubungan antar sekutu ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal  1642 sd 1641 KUHD.
Hubungan dengan pihak ketiga, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa ada 2 macam sekutu, yakni sekutu kerja dan sekutu komanditer.
4.      Perseroan Terbatas (PT)
a.      Pengertian PT dan Unsurnya
Perseroan terbatas adalah suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi syarat yang ditetapkan dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, demikian disebutkan dalam pasal 1 UU No 4 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
Unsur-unsur PT adalah: PT sebagai Badan Hukum, Persekutuan modal, Didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi atas saham yang ditetapkan dalam UU/PPnya.   
b.      Dasar Hukum dan Macam-macam PT
Dasar hukum PT disesuaikan dengan macam dan karakteristiknya, misalnya untuk PT bersifat tertutup, dasar hukum yang berlaku adalah berdasarkan atas UU No. 40 Th 2007 serta PPnya. Apabila PT terbuka berdasarkan UU No 40 Th 2007 dan UU No 8 Th 1995 tentang Pasar Modal, lalu PT PMDN & PT PMA berdasarkan UU No 40 Th 2007 jo UU No 2007 Tentang Penanaman Modal, sedangkan PT perseroan berdasarkan UU No 19 Th 2003 tentang BUMN.
Secara teori bahwa PT dibedakan menjadi 2 macam, yakni PT Tertutup (private) dan PT terbuka.
c.       Tanggungjawab Terbatas
Menurut Pasal 3 UU No 40/2007, bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan, dan kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Akan tetapi, tanggungjawab terbatas tidak berlaku apabila persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi serta pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung.
d.      Syarat Pendirian PT
Pendirian PT dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih pendiri yang dibuat dalam suatu perjanjian yang bersifat notarial dan dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya pendiri bersama-sama notaris mengajukan pengesahan badan hukum perseroan kepada Menteri Hukum dan HAM.
Status Badan Hukum PT berlaku mulai sejak dikeluarkannya keputusan pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM serta proses pengunguman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
e.       Modal dan Saham
Menurut Pasal 31 UU No 40 Th 2007 modal PT adalah 1) Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham, 2) Tanpa menutup kemungkinan di bidang pasar modal mengatur modal perseroan terdiri dari atas saham tanpa nilai nominal.
Dalam pasal 32 dipersyaratkan bahwa modal dasar perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan perubahannya ditetapkan dengan PP dan UU yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menetapkan minimum modal dasr PT yang lebih besar.
Secara structural modal perseroan adalah terdiri dari: 1) Modal Dasar, 2) Modal yang ditempatkan, 3) Modal yang disetor, 3) Modal yang disetor.
Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya, setiap pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya mencantumkan nilai nominalnya. Nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah, saham tanpa nominal tidak dapat dikeluarkan, kecuali di bidang pasar modal.
5.      Koperasi
1.      Pengertian, Landasan dan Tujuan Koperasi
Menurut UU No 25 Tahun 1992, tentang Perkoperasian: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang perorangan atau badan hukum koperasi yang melaksanakan kegiaan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sedangkan tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasrkan Pancasila dan UUD 1945
2.      Fungsi, Peran dan Prinsip Koperasi
      Fungsi dan peran koperasi yang dapat dilakukan adalah:
1.      Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
2.      Berperan secara aktif dalam upaya mempertinggikan kualitas kehidupan masyarakat.
3.      Memperkokoh perekonomian masyarakat.
4.      Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional.

Koperasi menerapkan prinsip-prinsipnya dalam melakukan kegiatannya sebagai berikut:
a.       Keanggotan bersifat suka rela dan terbukan.
b.      Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis.
c.       Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
d.      Kemandirian.
Dalam mengembangkan koperasi, dilakukan pula prinsip pendidikan perkoperasian, dan kerjasama antar koperasi.
3.      Pembentukan Koperasi
a.      Syarat Pembentukan
Pembentukan koperasi primer dipersyaratkan sedikitnya diperlukan sebanyak 20 orang.Sedangkan sekunder dapat dibentuk oleh sekurangnya ada 3 koperasi, dan berdasrkan pasal 6 UU No 25/1992 tentang Koperasi.
b.      Anggaran Dasar
Menurut pasal 7 ayat 1 UU Koperasi, Anggaran dasar Koperasi sekurang-kurangnya memuat:
1.      Daftar nama pendiri
2.      Nama dan empat kedudukan;
3.      Maksud dan tujuan serta bidang usahanya;
4.      Ketentuan mengenai keanggotaan;
5.      Ketentuan mengenai Rapat Anggota;
6.      Ketentuan mengenai pengelolaan;
7.      Ketentuan mengenai pemodalan;
8.      Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
9.      Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
10.  Ketentuan mengenai sanksi.
c.       Badan Hukum Koperasi
Badan hukum koperasi dapat diperoleh stelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah.Menurut pasal 9 UU Koperasi untuk memperoleh status badan hukum, para pendiri harus mengajukan permintaan tertulis yang disertai akta pendirian koperasi.
Pengesahan akta pendiri koperasi diberikan oleh pemerintah tentang waktu palin lama 3 bulan diterimanya permntaan pengesahan. Apabila permintaan pengesahan ditolak, maka alas an penolakan akan diberitatahukan kepada para pendiri tertulis paling lam 3 bulan setelah diterimanya pengesahan. Apabila permitaan pengesahan dikabulkan maka akta pendiran koperasi diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan akta pendirian koperasi dan perubahan anggran dasar, diatur dalam pasl 9, 10, 11, dan 12 UU koperasi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V11
HUKUM JAMINAN
A.    Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan
Zekerheidrechten istilah ini tidak ada dalam UU dan literature tetapi istilah inilah yang diartikan sebagai hukum jaminan.
Menurut J. Satrio hukum jaminan diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutan seorang kreditur terhadap debitur.
B.     Jaminan Umum
Jaminan secara umum dasarnya adalah pasal 1131 KUHPer yang berbunyi bahwa hak-hak kreditur atas piutang-piutangnya di jamin oleh debitur yang meliputi: 1) Semua barang debitur yang ada pada saat hutang, 2) semua barang debitur yang akan ada, yang kemudian menjadi miliknya, 3) barang bergerak dan tak bergerak milik debitur.
Konsekwens yuridis dan ketentuannya: 1) Kreditur boleh menjual barang debitur untuk pelunasan hutang. 2) Hak tagih hanay dijamin dengan harta benda saja bukan oerson debitur. 3) barang bergerak dan tak bergerak milik debitur. Pengkecualian dari ketentuan ini apabila tedapat benda yang sangat dibutuhkan untuk hidup atau saran mencari nafkah (vide pasal 451, 452, 747 Rv dan Pasal 197 sub 8 HIR).
C.     Lembaga Jaminan
Dalam Kitab UU hukum perdata, telah ditentukan secara jelas obyek jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak.Obyek jaminan terdaat benda bergerak adalah benda gadai dan fidusia, sedangkan terdapat benda tetap adalah hak tanggungan dan hipotik. Berikut akan digambarkan secara garis besar jenis jaminan tersebut:
1.         Gadai